Melawan Perampok Tak Bisa Dipidana, Ini Aturan dan Analisis Hukumnya
Murtede alias Amaq Sinta (34) bisa menghela napas sesaat untuk melepas rindu kepada keluarganya. Dia mendapat penangguhan penahanan dari penyidik Polres Lombok Tengah karena terjerat kasus pembunuhan terhadap begal.
Murtede alias Amaq Sinta (34) bisa menghela napas sesaat untuk melepas rindu kepada keluarganya. Dia mendapat penangguhan penahanan dari penyidik Polres Lombok Tengah karena terjerat kasus pembunuhan terhadap begal.
"Alhamdulillah saya merasa senang sekali bisa bebas dan berkumpul lagi bersama keluarga," kata dia, saat ditemui di rumahnya di Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Praya Timur, Lombok Tengah Kamis (14/4).
-
Kapan lelang motor Omesh berakhir? Setelah nungguin sekitar 4 hari, akhirnya ada yang menang lelang dengan harga Rp 300 juta.
-
Kapan sebaiknya busi motor diganti? Jika Anda mengalami salah satu atau beberapa ciri-ciri busi motor harus diganti, sebaiknya segera periksakan motor Anda ke bengkel terpercaya.
Kasus ini menjadi sorotan nasional. Lantaran sikap kepolisian yang menangkap Amaq dan menetapkannya sebagai tersangka. Padahal, dia membela diri saat membunuh dua pelaku begal dari empat orang yang pada Minggu (10/1) dini hari mencoba merampoknya.
Dia dikenakan pasal 338 KUHP terkait menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun pasal 351 KUHP ayat (3) melakukan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang.
Setelah mendapat protes besar dari masyarakat dan menjadi antensi nasional. Polisi akhirnya menangguhkan penahanan kepada Amaq.
Bagaimana kasus ini dilihat dari perspektif hukum pidana?
Direktur Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Borobudur Prof. Dr. Faisal Santiago menilai, polisi terlalu prematur menetapkan Amaq sebagai tersangka.
"Saya pikir terlalu prematur ya, kalau polisi menyatakan tersangka. yang padahal dia itu membela diri ya," kata Faisal saat dihubungi merdeka.com, Jumat (15/4).
Menurutnya, alasan pihak kepolisian sampai menjerat Amaq sebagai tersangka karena menghilangkan nyawa orang lain, tidak mendasar. Termasuk menjadikan sajam milik Amaq yang merupakan seorang petani untuk membela diri ketika begal tersebut, tidaklah tepat.
"Ya pasti, petani kan bisa bawa pacul, celurit, pisau, golok. Yang urusannya dia sebagai petani. Misalkan untuk mengarit rumput, untuk memacul tanah tentu alat itu sudah melekat dalam dirinya. Saya pikir kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan lebih benar, kan bisa ditanyain saksi, apakah benar pekerjaannya petani," ujarnya.
Bunyi KUHP
Sehingga, kata Faisal, pihak kepolisian harus menyadari keterbatasan personel dan tenaga dalam menjalankan peran fungsi polisi untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.
"Kalau kita ingin bicara begal. Tetapi pertanyaannya adalah, jumlah polisi dengan jumlah masyarakat yang mendapat perlindungan itu kan tidak sebanding. Apalagi kita tahu jumlah polisi di Indonesia jauh dengan total penduduk," katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, salah satu solusinya adalah adanya keberanian dari masyarakat. Menurut dia itu sangat penting. Supaya, lanjut dia, masyarakat tidak lagi takut untuk menghadapi orang-orang yang akan berbuat jahat.
"Bentuk perlawanan kan bisa saja dilakukan sendiri, atau bisa juga dilakukan dengan kelompok," tambahnya.
Jadi, Faisal menjelaskan dalam sisi pidana setiap orang yang melakukan tindakan untuk membela diri tidaklah bisa dijerat hukuman. Sebagaimana pembelaan diri dalam Pasal 49 KUHP dibagi menjadi dua, yaitu Bela Diri (Noodweer) dan Bela Diri Luar Biasa (Noodweer Excess).
Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur tentang pembelaan diri berbunyi: "Tidak dihukum, barang siapa melakukan suatu tindakan pembelaan paksa untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, kehormatan moral atau harta benda dirinya atau orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada waktu itu."
Sedangkan Pasal 49 ayat (2) KUHP mengatur tentang pembelaan diri yang luar biasa berbunyi: "Pertahanan paksa yang melampaui batas, yang secara langsung disebabkan oleh guncangan hebat dari serangan atau ancaman serangan, tidak dapat dihukum."
"Karena terpenting dalam pidana itu mens rea ada niat, niatnya apa kalau niatnya membunuh apapun alasannya sudah pidana. Kalau Pak Amaq ini niatnya tidak ada, orang datang dari rumah, ke kebunnya sebagai seorang petani ya pasti bawa perlengkapannya," jelasnya.
"Ya sama saja dengan kita pegawai bawa Pulpen, namun jika pulpen bisa dipakai untuk melindungi diri untuk menusuk atau apa kan sah-sah saja," tambahnya
Lantas, Faisal memandang jika dalam kasus ini seharusnya Amaq sebagai korban diberikan apresiasi karena berhasil membela diri dengan melawan empat pembegal. Karena tak ada jalan lain selain melawan ketika melindungi diri sendiri dari tindak kejahatan begal.
Seperti halnya kasus yang sempat dapat sorotan dari Menkopolhukam Mahfud MD soal kasus beladiri di Bekasi pada tahun 2018, Muhammad Irfan Bahri, 19 tahun, juga terlibat perkelahian dengan dua orang perampok yang berusaha merampas telepon genggamnya dan temannya serta melukai Irfan dengan parang.
Namun, pada akhirnya salah satu perampok terluka parah dan meninggal. Meski dalam kasus ini Irfan hanya ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian diklarifikasi polisi sebagai saksi.
"Akhirnya bebas, karena bisa dibuktikan adanya upaya pembegalan. Maka dilakukan penangguhan penahanan dan lalu dibebaskan. Bahkan, ada satu yang menarik setelah itu dapat penghargaan dari kepolisian, sebagai seorang yang bisa membela diri," sebut Faisal.
"Nah ini persis kasusnya dengan di Lombok, cuma ini berbedanya satu lawan emoat. Ini menarik gitu kan artinya si bapak punya keberanian luar biasa dalam membela diri," kaitnya.
Faisal pun kembali mengulas soal gambaran awal pelajaran pengantar ilmu hukum, dengan analogi 20 penumpang perahu yang tenggelam sementara di dalamnya hanya ada 10 pelampung dan tidak bisa saling berbagi.
Dengan kondisi untuk melindungi diri, maka tindakan merebut atau membunuh demi menyelamatkan diri tidak akan mendapatkan unsur pidana. Karena untuk merebutkan pelampung yang 10 oleh 20 orang penumpang kapal.
"Itu pelajaran pertama saya yang saya dapat di pengantar ilmu hukum. Jadi apapun yang dilakukan atas dasar membela diri, artinya benar membela diri bukan sebagai alasan dijerat pidana," jelasnya.
Kronologi Kasus Amaq
Sebelumnua, Wakil Kepala Polres Lombok Tengah Kompol I Ketut Tamiana menjelaskan kronologi kejadian bermula saat Amaq pergi ke Lombok Timur untuk mengantarkan nasi kepada ibunya.
Kemudian di tengah jalan, Amaq dipepet oleh dua begal, sehingga dia melakukan perlawanan menggunakan senjata tajam. Tidak lama kemudian, datang dua pelaku begal lain. Namun keempat pelaku begal itu berhasil ditumbangkan Amaq meskipun seorang diri.
Barang bukti yang disita polisi berupa empat buah senjata tajam dan tiga unit motor yang diduga digunakan oleh Amaq dan para pelaku begal.
"Satu korban (begal) melawan empat pelaku (begal) yang mengakibatkan dua pelaku begal inisial P (30) dan OWP (21), warga Desa Beleka, tewas. Sedangkan dua pelaku lainnya melarikan diri dan saat ini telah diamankan," jelasnya.
Selain menetapkan Amaq menjadi tersangka dalam dugaan kasus pembunuhan dan penganiayaan, polisi juga menetapkan dua pelaku begal lain, berinisial WH dan HO, sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pencurian dengan pemberatan.
Tersangka WH dan tersangka HO, warga Desa Beleka, merupakan pelaku begal yang berhasil kabur saat korban menyerang dua pelaku begal lain hingga tewas.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi penemuan dua mayat di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur. Kapolres Lombok Tengah AKBP Hery Indra Cahyono, mengatakan petugas mendatangi dan melakukan olah TKP usai mendapatkan laporan dari masyarakat.
"Anggota kami langsung mendatangi dan melakukan olah TKP," kata Hery.
Kedua begal ditemukan warga dalam keadaan meninggal, dan tergeletak di pinggir jalan sekitar pukul 01.30 WITA.
Di tempat kejadian perkara, petugas juga menemukan satu unit sepeda motor Honda Scoopy yang diduga milik korban, satu buah sabit dan pisau dengan panjang sekitar 35 cm. Kedua jenazah tersebut kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara NTB untuk dilakukan autopsi guna keperluan penyelidikan.
"Mayat yang ditemukan itu merupakan terduga begal," ujarnya.
Desakan Ke Polisi
Warga dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) sempat menggelar aksi damai untuk mendesak Polres Lombok Tengah membebaskan S.
"Bapak Santi (korban begal) ini harus dibebaskan, jangan sampai alibi warga takut melawan kejahatan," kata Tajir Syahroni dalam orasi di halaman Polres Lombok Tengah di Praya, Rabu (13/4).
Dia bersama warga lainnya datang untuk memberikan pembelaan kepada korban begal yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh polisi. Selain itu juga ini untuk mendukung dalam penegakan hukum di Lombok Tengah khususnya.
"Penjahat itu wajib dilawan, hal itu telah ditunjukkan oleh korban yang berhasil melumpuhkan pelaku begal yang akan mengambil hartanya," katanya.
(mdk/rnd)