Mencoba Bebas dari Kasus Brigadir J, Kubu Bharada E Ungkit Pasal soal Perintah Atasan
Dalam sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Albert turut dimintakan pendapatnya terkait dengan seseorang apakah bisa terbebas dari jeratan pidana.
Tim Penasihat Hukum Richars Eliezer alias Bharada E hari ini turut menghadirkan ahli hukum pidana sebagai saksi meringankan atau A de Charge yakni Albert Aries selaku Pakar Pidana dari Universitas Trisakti.
Dalam sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Albert turut dimintakan pendapatnya terkait dengan seseorang apakah bisa terbebas dari jeratan pidana.
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Bagaimana proses Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Siapa yang berperan sebagai Fadil di sinetron Bidadari Surgamu? SCTV dikenal sebagai salah satu stasiun televisi swasta yang secara konsisten menyajikan tayangan hiburan berupa sinetron berkualitas. Salah satu sinetron andalan SCTV yang digandrungi penonton adalah Bidadari Surgamu. Cerita cinta yang diangkat dalam sinetron ini berhasil menarik perhatian penonton setia layar kaca. Kesuksesan sinetron Bidadari Surgamu ini juga tak lepas dari kehadiran aktor dan aktris muda ternama. Salah satunya adalah Yabes Yosia yang berperan sebagai Fadil.
-
Apa yang dilakukan Fredy Pratama? Nur Utami berubah sejak menikah dengan pria berinisial S, yang dikenal sebagai kaki tangan gembong narkoba Fredy Pratama.
"Jika suatu perbuatan pidana seseorang telah memenuhi unsur-unsur dari suatu tindak pidana apakah hukum pidana memungkinkan pengecualian atau alasan penghapus pidana?" tanya Tim Penasihat Hukum, Ronny Talapessy saat sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (28/12).
Atas jabatan tersebut, Albert menjabarkan, kalau seseorang bisa terbebas dari jeratan hukum pidana apabila dalam kondisi sesuai dengan Pasal 44 KUHP soal keadaan jiwa pelaku tindak pidana.
Kemudian terkait dengan Pasal 48 KUHP soal keadaan terpaksa atau Overmacht atau keadaan darurat. Lalu, pasal 49 KUHP terkait tindakan pidana yang dilakukan karena terpaksa akibat serangan atau ancaman serangan ketika.
"Jadi 48 terpaksa, 49 terpaksa dan pasal 51 yang terakhir tentang perintah jabatan atau ambtelijk bevel seseorang melakukan perbuatan pidana karena diberikan perintah jabatan oleh penguasa atau pejabat yang berwenang," jelas Albert.
Setelah mendengar penjelasan itu, Ronny lantas menanyakan perihal Pasal 51 Ayat 1 KUHP terkait perbuatan pidana atas perintah atasan atau jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dapat dipidana.
"Jika yang ditanyakan penasihat hukum Pasal 51 ayat 1 maka redaksionalnya adalah tidak dipidana orang yang melakukan perbuatan suatu tindak pidana karena adanya perintah jabatan atau ambtelijk bevel yang diberikan oleh penguasa yang berwenang," kata dia.
Lantas, Albert yang juga merupakan Juru Bicara Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sempat mengutip pendapat dari Profesor Jacob Maarten Van Bemmelen seorang ahli hukum pidana asal Belanda.
"Ketika seseorang menerima perintah jabatan dari penguasa atau pejabat yang berwenang maka sesungguhnya Prof Van Bemmelen dalam bukunya hukum pidana 1 mengatakan si penerima perintah ini sesungguhnya dalam keadaan terpaksa," jelasnya.
"Karena dia menghadapi konflik, apa itu konfliknya adalah disatu sisi dia tidak boleh melakukan suatu tindak pidana dan kemungkinan kalau dia melakukan tindak pidana dapat dipidana. Tapi disatu sisi ada perintah jabatan yang harus ditaati atau dilaksanakan oleh si penerima perintah tersebut," tambah Albert.
Sehingga, dari pengertian yang dijabarkan Albert dalam konteks perkara pembunuhan berencana Brigadir J. Bharad E seraya dihadapkan dua konflik soal perbuatan pidana yang seharusnya dihindari namun satu sisi perintah itu datang atas asas jabatan atasan yang harus ditaati.
Sebagai informasi, Pasal 51 KUHP Ayat 1, Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
Pasal 51 KUHP Ayat 2, Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah mengira dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Dakwaan Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
(mdk/fik)