Mendikbud Tegaskan Guru Bukan Polisi atau Hakim yang Menghukum Siswa Nakal
"Kalau seorang pendidik, melihat bagaimana dia (siswa nakal) adalah seorang yang harus dipulihkan keadaannya menjadi manusia yang wajar," kata Muhadjir.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menutup acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan atau RNPK 2019.
Sebelum resmi menutup, Muhadjir menyampaikan pesan kepada Kepala Dinas Pendidikan di kabupaten, kota, maupun provinsi agar para guru dapat menjaga kewibawaannya masing-masing.
-
Bagaimana sekolah tersebut mendukung bakat anak-anak? Hilman mengatakan jika semua anak yang sekolah di sana selalu mendapatkan support untuk mengembangkan bakatnya. “Kan nggak dibatasi ya? Punya bakat apa itu bakal disupport ya?” tanya Hilman. “Iya,” jawab Boy.
-
Kenapa kekerasan anak di satuan pendidikan meningkat? Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan maraknya kekerasan terhadap anak di lingkungan satuan pendidikan karena lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya kelompok pertemanan yang berpengaruh negatif.
-
Siapa yang bertugas untuk memberikan contoh dan edukasi kepada anak? Anak-anak cenderung belajar dari apa yang dilakukan orang dewasa di sekitarnya, maka orang tua terutama ayah patut memberikan contoh nyata bagaimana menghormati orang lain, baik sesama jenis maupun lawan jenis
-
Apa yang dilakukan dosen muda ini di kelas? Sebelum masuk ke kelas, dosen muda bernama Akbar ini memang sudah berkenalan dengan mahasiswanya yang masih baru. Saat masuk ke kelas, mahasiswanya pun bertanya apakah ia kakak tingkat.
-
Bagaimana anak-anak dari sekolah pencuri menjalankan aksinya? Setelah satu tahun bersekolah, para remaja itu bisa 'lulus', mencuri perhiasan di pesta pernikahan orang kaya.
-
Siapa yang pindah sekolah? Melansir dari akun fristymayangdewi, seorang siswa bernama Ucok terpaksa pindah sekolah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dunia.
Karena dirinya meyakini, para guru sudah profesional setelah kuliah bertahun-tahun untuk menjaga dan merawat kewibawaan, terutama di hadapan para siswa.
"Jangan sampai kemudian karena dia gagal menjaga kewibawaan, terutama di depan siswa, maka harkat dan martabatnya luruh," ujar Muhadjir di lokasi, Rabu (13/2).
Dia menilai, apabila seorang guru tidak bisa menjaga kewibawaannya, maka guru tersebut tak dapat menjadi tauladan dan panutan bagi siswanya.
"Dan satu-satunya tempat siswa berkaca, meniru, melakukan proses imitasi, tetapi panutan itu (guru) manut (nurut). Nah kalau sudah enggak wibawa, enggak mungkin muridnya manut, bahkan mungkin muridnya bisa melawan, bahkan bisa melecehkan. Ini yang penting," paparnya.
Muhadjir mengakui ada dilema saat berhadapan dengan para siswa yang mempunyai perilaku khusus tersebut, biasa disebut juvenile delinquency atau anak nakal.
"Kalau dalam dunia pendidikan disebut juvenile delinquency. Juvenile delinquency itu jangan berharap tidak pernah ada, karena itu dibahas dalam teori pendidikan, fenomena itu pasti ada," ucapnya.
Apalagi, kata dia, di Indonesia ada 41 juta siswa, sehingga tidak mungkin tidak ada siswa nakal.
"Kalau 41 juta siswa, kalau misalkan ada 10 saja (siswa nakal), itu menurut saya bukan suatu hal yang istimewa. Kalau ada 100 saja juga bukan hal istimewa, cuma memang kalau misalnya muncul ke permukaan, nah itu memang itu seru," tuturnya.
"Seru itu, kalau itulah kondisi sekolah kita secara nasional, padahal, itu kasus yang kalau dibanding populasi siswa kita sangat tidak seberapa," sambung Muhadjir.
Tetap Harus Diatasi
Meski begitu, Muhadjir menegaskan permasalahan juvenile delinquency bukan tidak boleh diatasi.
Karena menurutnya, di situlah tujuan utama guru profesional mengawasi anak-anak juvenile delinquency.
"Karena itu sebagai seorang pendidik, tentu saja bukan seorang polisi, juga bukan seorang hakim, kemudian lebih mengedepankan tentang sanksi (untuk siswa juvenile delinquency)," kata dia.
Muhadjir menegaskan, para guru harus menggunakan otak, pikiran, dan hati untuk memikirkan bagaimana menanggulangi siswa juvenile delinquency agar mereka bisa menemukan jati dirinya dengan baik.
"Karena tugas pendidikan itu bukan menghukum. Kalau seandainya menghukum pun dalam rangka mendidik," ucapnya.
Dia mengingatkan, jangan sampai para guru menggunakan perspektif hakim dan polisi untuk menghukum para siswanya.
"Kalau seorang pendidik, melihat bagaimana dia (siswa nakal) adalah seorang yang harus dipulihkan keadaannya menjadi manusia yang wajar," kata Muhadjir.
Karena dirinya tak menutup kemungkinan, siswa juvenile delinquency setelah menemukan jati dirinya justru bisa menjadi siswa paling hebat.
"Ini saya tidak mencari apologize mencari pembenaran, tapi kalau anak nakal, tugas kita adalah bagaimana mengarahkan dia menjadi anak yang betul-betul menemukan jati dirinya," pungkas Muhadjir.
Reporter: Devira Prastiwi
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Resmi Ditutup, Ini Lima Hasil Rembuk Nasional Pendidikan 2019
Mendikbud Ajak Semua Pihak Bahu Membahu Tingkatkan Kualitas Pendidikan & Kebudayaan
Mendikbud Sebut Siswa SMP Yang Tantang Guru Sebagai Kenakalan Remaja
Mendikbud Akui Wajib Belajar 12 Tahun Belum Maksimal
Respons Mendikbud Soal Murid di Gresik Tantang Guru Honorer
Mendikbud Tarik Buku Tema Kelas V SD Lantaran Sebut NU Organisasi Radikal