Menekan Peredaran Judi Online Lewat Literasi Digital
Literasi digital diharapkan mampu berperan penting untuk memberikan sosialisasit terkait pencegahan dan penekanan lonjakan angka judi online.
Bak dua sisi koin, digitalisasi memberi banyak kemudahan pada kehidupan, namun di sisi lain banyak juga menimbulkan dampak negatif.
Menekan Peredaran Judi Online Lewat Literasi Digital
Bak dua sisi koin, digitalisasi memberi banyak kemudahan pada kehidupan, namun di sisi lain banyak juga menimbulkan dampak negatif. Kemudahan yang diberikan menakjubkan, tapi ada hal-hal yang belum sempat diantisipasi akibatnya.
"Digitalisasi menyentuh berbagai lini kehidupan manusia. Tidak hanya hal positif seperti komunikasi, belanja dan lainnya, tapi juga merambah pada hal negatif. Seperti prostitusi online hingga yang sedang marak dibicarakan yaitu judi online," ungkap Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Banyuwangi Abdul Aziz MH, pada Seminar Literasi Digital yang digelar di Margo Utomo, Kecamatan Kalibiru, Banyuwangi, Jawa Timur.
Abdul menambahkan, sebelum fenomena judi online marak, judi sudah lama ada di masyarakat dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Yang membuat judi online semakin berkembang, orang tidak perlu bersembunyi dalam memainkannya.
"Pada dasarnya judi online dengan judi biasa itu sama. Tapi judi online lebih membahayakan. Karena, tidak terkontrol orang sekitarnya," ujar Abdul.
Untuk mencegah judi online semakin merajalela, kata Abdul, akses anak-anak terhadap handphone-nya harus dibatasi. Orang tua harus melakukan pemeriksaan berkala. "Lagipula tak ada orang kaya dari judi. Tapi, yang bangkrut dari judi, sangat banyak sekali," ujar Abdul.
Pemerintah sendiri sudah memiliki hukum yang mengatur mengenai judi online. Yaitu Hukum tentang judi berbasis online secara spesifik diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) nomor 11 tahun 2008. Sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 dalam ketentuan Pasal 303 ayat (1) KUHP.
Para pelaku judi ini dapat diancam pidana penjara minimal 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp25 juta.
Pada acara yang sama, Praktisi Digital Ihza Abdillah memaparkan mengenai trend judi online di Indonesia yang kian meningkat. Sedikitnya 2,1 juta penduduk Indonesia pernah bermain judi online dengan angka taruhan di bawah Rp100.000. Perputaran uangnya kira-kira dapat mencapai Rp2,2 triliun per bulannya.
"Judi online mengalami peningkatan yang eksponensial karena aksesnya yang mudah dan adanya kerahasiaan atau anonimitas bagi pelakunya," tutur Ihza.
Dia mengemukakan, fenomena ini juga melahirkan berbagai efek kepada para pelakunya. Hal itu, mungkin belum sepenuhnya diantisipasi masyarakat. Karenanya, literasi digital diharapkan mampu berperan penting untuk memberikan sosialisasit terkait pencegahan dan penekanan lonjakan angka judi online.
"Orang yang terlibat dalam judi online sangat rentan terhadap berbagai persoalan. Mulai dari persoala finansial, mentalhealth, sosial, hingga pintu masuk pada aktivitas kriminal," pungkasnya.