Mengidap penyakit langka, Fahmi dan Faqih hidup di kursi roda
Mereka menderita penyakit langka DMD (Duchenne Muscular Distrophy) kelainan gen yang menyebabkan otot melemah.
Sore itu Muhammad Fahmi Husaen (17) terbaring tidur, sudah dua hari ini badannya panas. Dia tidur di kasur di ruang TV, kaki dan tangannya terkulai seperti tak bertenaga. Tak lama kemudian dia bangun dan memanggil ibunya.
"Mbok, mbok," katanya dari dalam kamar yang hanya disekat dengan kaca buram, Selasa (6/1).
Ibunya, Anik Marwati lantas mendatanginya lalu menggendongnya keluar ke ruang tamu. Ayahnya, Murtandlo (50) pun langsung sigap mengambil kursi roda di sudut ruang tamu. Setelah Anik mendudukkan Fahmi di kursi roda, Murtandlo pun membenarkan posisi duduk Fahmi supaya nyaman. Sementara itu depan komputer di ruang tamu, Muhammad Faqih Husaen (14), adik Fahmi, duduk dikursi roda dengan mata tak lepas dari layar dan jari-jarinya tak berhenti memencet stik controler game.
Fahmi sudah duduk di kursi roda sejak dia berusia 12 tahun. Saat itu dia masih duduk di kelas enam SD. Dia menderita penyakit langka DMD (Duchenne Muscular Distrophy) yang merupakan kelainan gen yang menyebabkan otot melemah dan bisa berujung pada kematian.
"Waktu kecil sudah ada tanda-tandanya, tapi waktu itu belum kepikiran. Anak seusianya sudah jalan, Fahmi belum, yang lain sudah bisa lompat-lompat, Fahmi sulit, yang lain bisa lari kencang Fahmi tidak bisa," kata Murtandlo di rumahnya di Dusun Dadapan, Wonokerto, Turi, Sleman, Selasa (6/1).
Saat Fahmi masih TK, Murtandlo dan Anik memeriksakan anak pertama tersebut ke RSUP Sarjito. Mereka tidak menyangka anaknya menderita penyakit yang pada waktu itu belum ada obatnya.
Tidak hanya Fahmi, anak kedua mereka, Faqih pun menderita penyakit yang sama. Gejala yang sama juga terlihat pada Faqih. Saat duduk di bangku kelas lima SD, Faqih sudah tidak bisa lagi berjalan.
"Kalau Faqih itu pas umur 10, Fahmi pas umur 12, memang ini penyakit kelainan gen turunan dari saya," tambah Anik.
Kakak laki-laki Anik juga menderita penyakit serupa.
"Kakak saya juga begitu, kelainan gen, ada sel yang seharusnya bisa untuk kontraksi. Ini nggak bisa. Jadi tidak bisa bergerak, makin lama makin lemah," ujar Anik.
Anak ke empat Anik, Muhammad Faris Husaen (7) juga menunjukkan gejala serupa. Meski masih masih bisa berjalan, berlari dan melompat dengan gesit, namun betisnya keras seperti betis Fahmi ketika masih TK.
"Faris juga sudah ada gejala, kalau yang ketiga Muhammad Fatih Husaen nggak," tandasnya.