Menjijikkan, 77 Siswa di NTT Disuapi Makan Kotoran Manusia
"Kami dipaksa makan tai pakai sendok. Kami jijik tapi kami terpaksa makan karena kami takut dipukul."
77 Siswa Kelas VII Seminari Menengah Maria Bunda Segala Bangsa (BSB) di Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT disuruh memakan kotoran manusia. Hukuman itu diberikan oleh kakak kelasnya yang dikenal dengan sebutan socius (kakak pembina).
Pasalnya, 77 siswa kelas VII Seminari Menengah Bunda Segala Bangsa tersebut dihukum memakan kotoran manusia (feses) di salah satu ruang kelas sekolah itu, Rabu (19/2).
-
Apa yang dimaksud dengan bullying? Bullying atau perundungan salah satu masalah sosial yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, tempat kerja hingga dunia maya.
-
Bagaimana bullying tersebut terjadi? Dalam video tampak korban, AY (14), tak bisa berbuat apa-apa saat menjadi sasaran teman-teman sekelasnya. Dia dimaki dengan kata-kata kasar menggunakan bahasa setempat oleh para pelaku. Korban juga dipaksa sujud dan mencium kaki pelaku. Kepalanya didorong ke bawah oleh salah satu pelaku, sementara pelaku lain tertawa. Kemudian pelaku lain sengaja mendorong temannya dengan tujuan menimpa badan korban. Saat rambut korban berantakan, pelaku memaksanya berkaca ke layar ponsel.
-
Apa itu bullying? Bullying adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terus menerus.
-
Siapa saja yang terlibat dalam kasus bullying? Dalam kasus bullying, terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu pelaku, korban, dan saksi, dan masing-masing memiliki peran tersendiri. Pelaku adalah individu yang melakukan tindakan agresif dengan tujuan menyakiti atau mengintimidasi orang lain. Korban adalah orang yang menjadi sasaran dari tindakan bullying tersebut dan sering kali mengalami dampak negatif baik secara fisik maupun psikologis. Saksi adalah orang-orang yang menyaksikan atau mengetahui terjadinya bullying.
-
Bagaimana Shireen Sungkar menghadapi bullyan? Shireen berusaha untuk tetap tenang dan tidak terlalu terpengaruh oleh komentar negatif yang mungkin diterimanya.
Salah seorang siswa kelas VII Seminari Menengah BSB, sebut saja Arnold yang menjadi korban perilaku tak terpuji para socius atau kakak pembina itu mengaku kejadian tersebut bermula ketika salah seorang temannya mengalami sakit. Ketika hendak buang air, pintu belakang menuju toilet terkunci sehingga tidak bisa keluar menuju toilet.
Karena tidak bisa menahan rasa ingin buang air besar, siswa tersebut terpaksa buang air besar di kantong plastik yang berada di dekatnya pada saat itu.
"Saat itu, dua socius kami lewat dan lihat itu. Dia tanya, kenapa, Sa pu teman bilang ada tai. Setelah itu dia kumpulkan kami semua lalu suruh kami makan tai terus mereka bilang supaya ada sejarah dalam hidup," tutur Arnold.
Arnold mengatakan, mereka dipaksa memakan kotoran manusia oleh para seniornya yang menjejali mulut mereka menggunakan sendok makan. Alhasil, ke-77 murid kelas VII Seminari BSB tersebut pun muntah-muntah.
"Kami dipaksa makan tai pakai sendok. Kami jijik tapi kami terpaksa makan karena kami takut dipukul. Sebelum mereka suap, kami menangis, mereka suruh kami jangan menangis jadi kami diam. Sampai kami punya teman satu lari pulang lapor orang tua. Tidak lama, kami dengar kalau orang sudah kasih naik di WA grup orangtua. Baru tidak lama orang datang ke sekolah. Romo baru tahu kejadian itu hari Jumat, tanggal 21 Februari," ungkap Arnold.
Dirinya mengaku, sebelum dihukum memakan kotoran manusia itu, dia bersama murid kelas VII lainnya sering mendapat kekerasan fisik dari oknum socius di sekolah tersebut. Namun, meski sering mendapat kekerasan fisik, mereka tidak berani mengadu kepada para guru atau pimpinan sekolah tersebut karena akan dihukum lagi oleh para socius atau kakak kelasnya.
Orangtua Tuntut Pelaku Dikeluarkan
Sementara itu, salah seorang orangtua murid yang ditemui usai rapat bersama manajemen Seminari BSD dan orangtua, Avelinus Yuvensius, mengaku kecewa dengan kejadian tersebut.
"Anak saya, saya tidak tahu jelas apakah dia juga disuruh makan atau tidak. Tapi sebagai orangtua, saya kecewa atas tindakan anak-anak ini," ungkapnya.
Menurutnya, berdasarkan penjelasan pimpinan sekolah tersebut, para socius ini tidak diberikan kewenangan luar biasa. Namun, hanya sebatas mendampingi para juniornya yang merupakan adik kelas mereka.
Para orangtua kemudian menuntut oknum socius tersebut harus dikeluarkan dari sekolah, tetapi pimpinan Seminari BSB mengatakan akan menyelesaikan persoalan tersebut secara internal kelembagaan.
"Tadi itu banyak yang sudah menyampaikan agar pelaku dikeluarkan tapi pihak sekolah mempertimbangkan karena mereka sudah kelas III. Jadi kami menunggu keputusan pihak sekolah dalam waktu dekat ini. Saya juga baru tahu hari ini, tiba-tiba dipanggil ikut rapat," ungkapnya.
Dirinya berharap, kasus tersebut dapat diselesaikan secara baik sehingga tidak berdampak buruk bagi lembaga tersebut.
Sementara itu, pihak sekolah yang hendak dikonfirmasi usai rapat bersama orang tua siswa enggan memberikan komentar kepada media.
Reporter: Dionisius Wilibardus
Sumber : Liputan6.com