Menkes Ungkap 'Bisnis' Izin Praktik Dokter, Ini Penjelasan IDI soal Mekanisme & Biaya
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, ‘bisnis’ Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter di Indonesia. Menurutnya, bisnis itu bisa menghasilkan keuntungan hingga triliunan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, 'bisnis' Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter di Indonesia. Menurutnya, bisnis itu bisa menghasilkan keuntungan hingga triliunan.
Menanggapi hal itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Adib Khumaidi, menepis tudingan bisnis di balik penerbitan SIP dan STR di Indonesia.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan Gege meninggal? Joe atau Juhana Sutisna dari P Project mengalami duka atas meninggalnya putra kesayangannya, Edge Thariq alias Gege, pada pertengahan Mei 2024.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Siapa Serda Adhini? Serda Adhini telah menunjukkan keberaniannya dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapinya. Ia telah menjalani pendidikan khusus pramugari RI 1 di Garuda Indonesia Training Center selama 3 bulan Prestasinya di dunia pertahanan dan keamanan negara telah mendapat banyak pujian dari netizen.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
Dia menjelaskan, jika seorang dokter yang ingin mendapatkan STR dan SIP harus melewati tahapan tertentu. Untuk pernerbitan STR ada beberapa proses yang harus dilalui.
Diketahui, STR dokter diterbitkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), lembaga independen yang bertanggung jawab langsung terhadap Presiden Joko Widodo. Sementara SIP dikeluarkan pemerintah daerah.
Namun, sebelum memiliki STR dan SIP, dokter harus mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi seperti IDI. Sementara untuk mendapatkan rekomendasi, dokter harus memenuhi Satuan Kredit Profesi (SKP).
"STR per 5 tahun kan ya. Di dalam syarat STR ada namanya resertifikasi kompetensinya, dari resertifikasi kompetensi itu memang ada sebuah proses menilai kompetensi para dokter supaya kemudian dia verified dia diberikan ikut kompetensi oleh kolegium," kata Adib, saat dihubungi merdeka.com, Kamis (23/3).
Kemudian ada proses Continuing Professional Development (CPD) yang merupakan proses pendidikan kedokteran berkelanjutan yang diikuti oleh para dokter untuk mendapatkan nilai Satuan Kredit Partisipasi (SKP).
Merujuk pada aturan yang berlaku saat ini, Adib mengatakan, seorang peserta didik kedokteran harus membutukan 250 SKP. Dia menjelaskan, untuk memperoleh 250 SKP tak melulu harus melalui seminar.
Sebelumnya, Menkes Budi mengatakan, jika mengikuti satu kali seminar para peserta harus merogoh kocek Rp 1.000.000.
"Di dalam mendapatkan SKP itu 250 jangan dihitung per SKP 1 juta dan dikalikan 250, itu salah besar. Jadi SKP diperoleh dengan ada 5 ranah kegiatan," jelasnya.
"Pertama kegiatan pembelajaran dengan proporsi 20-50 persen, kegiatan profesional 30-60 persen, kemudian pengabdian masyarakat dan profesi 10-20 persen, kegiatan publikasi ilmiah 0-40 persen, kegiatan pengembangan ilmu dan pendidikan 0-40 persen. Ini simulasinya jadi bagaimana cara mendapatkan 250 SKP," sambung Adib.
Adib juga menegaskan, target minimal untuk mengikuti seminar adalah satu kali dalam setahun. Adib menyebutkan, pada masa pandemi Covid-19 banyak seminar yang dapat diikuti secara gratis karena melalui online.
"Jadi di dalam 250 SKP itu tidak diartikan 250 SKP harus diikuti melalui seminar, tidak. Dan seminar itu paling kalaupun kegiatan yang aktif karena ada perhimpunan-perhimpunan yang cukup aktif setahun sekali.”
"SKP itu tidak mahal, bahkan kadang-kadang ada kerjasama dengan dia bertugas di dalam satu rumah sakit atau apa dia dapat biaya dari rumah sakit," paparnya.
Usai mendapatkan 250 SKP, nantinya para peserta didik kedokteran akan melanjutkan proses resertifikasi ke kolegium sebelum nantinya diterbitkan STR.
Pada proses tersebut, akan ada pembiayaan. Namun dia pastikan, ada aturan perhitungannya. Sehingga, tidak ada istilah menimbun dana besar dari proses penerbitan STR.
"STR itu ada hitungannya, agar tidak menjadi kok ini menimbun uang besar gitu dan tidak ada pertanggung jawabannya itu perlu harus diklarifikasi," tegasnya.
Perihal penerbitan 77.000 STR yang diungkapkan Menkes Budi, sementara biaya untuk penerbitan STR berkisar Rp6 juta per orang, ditepis oleh Adib.
Dia menjelaskan, bahwa pada 2022 merupakan fase terbanyak rekomendasi IDI untuk penerbitan STR. Sebab, STR diterbitkan per lima tahun sekali, dan itu bertepatan pada 2022.
Untuk biaya, dia membantah tidak sampai nominal yang disebutkan Menkes Budi. "Permasalahannya kenapa muncul angka-angka itu? Maka gini organisasi itu dimana-mana pasti ada iuran anggota, iuran anggota itu kalau di IDI Rp30 ribu per bulan," paparnya.
"Cuma kadang-kadang teman-teman itu membayarnya per 5 tahun karena perpanjangan itu tadi jadi ditumpuk Rp30 ribu dikalikan 12 dikali 5 untuk 5 tahun langsung itu kemudian kesannya gitu. Tapi tidak sampai Rp6 juta enggak sampai, itu sebenarnya bisa diklarifikasi bahwa informasi Rp6 juta itu tidak ada," imbuhnya.
Sementara, untuk penerbitan SIP, Adib mengatakan, seorang dokter harus mendapatkan rekomendasi izin praktik. Untuk rekomendasi praktik ada di IDI cabang dan telah dibuatkan aturan pembiayaannya bervariasi tergantung kemampuan di setiap daerah para dokter.
"SIP berarti dia ada rekomendasi izin praktik, nah rekomendasi praktik di IDI cabang itu kita buat aturan sebenarnya jadi variasinya itu antara Rp100-Rp200 ribu," ungkapnya.
Setelah keluar izin rekomendasi praktik, para dokter harus mengurus SIP melalui PTSP, yang telah tersedia di provinsi maupun kabupaten/kota.
"PTSP yang itu pengurusannya dipermudah dengan onlien dan tidak membutuhkan waktu yang cukup lama dan biasanya tidam semuanya ada biaya bahkan ada yang tidak mengeluarkan biaya, bahkan biaya tidak lebih dari dari istilahnya Rp100-Rp200 ribu," imbuh Adib.
Heboh Bisnis Izin Praktik Dokter
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap ‘bisnis’ Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter di Indonesia. Menurut Budi, bisnis itu bisa menghasilkan keuntungan hingga triliunan.
Budi menyebut, dalam setahun sebanyak 77.000 STR diterbitkan. Sementara besaran biaya untuk penerbitan STR berkisar Rp6 juta per orang.
"Ya aku kan bankir 77.000 kali Rp6 juta kan Rp430 miliar. Oh pantes ribut, Rp400 miliar setahun," kata Budi pada Rabu (15/3).
STR merupakan dokumen atau bukti tertulis yang menunjukkan dokter telah mendaftarkan diri dan sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan serta telah diregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Sementara SIP merupakan bukti tertulis yang secara sah diberikan oleh pemerintah daerah kepada Tenaga Kesehatan (Nakes) sebagai tanda telah diberi kewenangan untuk menjalankan praktik.
Untuk memperoleh STR, kata Budi, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP) yang dapat diperoleh dengan mengikuti kegiatan tertentu, salah satunya seminar.
Sekali penyelenggaraan seminar, kata Budi, rata-rata memperoleh empat SKP dengan biaya berkisar Rp1 juta per peserta.
"Jadi, kalau ada 250 SKP per tahun, menjadi Rp62 juta, dikali 140.000 jumlah dokter, itu kan Rp1 triliun lebih. Pantas ramai," katanya.
Budi mengatakan, besaran biaya itu harus ditanggung dokter untuk menebus kelulusan.
"Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar. Kalau dokternya enggak bayar, nanti dibayarin orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expances jadi naik. Menderita juga rakyatnya," katanya.
(mdk/rnd)