IDI: Perlu Kerja Sama Strategis Mewujudkan Pemerataan Dokter di Indonesia
IDI mengungkapkan tidak seimbangnya rasio dokter umum dan spesialis di Indonesia sangat berdampak terhadap kualitas kesehatan di setiap daerah.
IDI mengungkapkan tidak seimbangnya rasio dokter umum dan spesialis di Indonesia sangat berdampak terhadap kualitas kesehatan di setiap daerah.
IDI: Perlu Kerja Sama Strategis Mewujudkan Pemerataan Dokter di Indonesia
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan tidak seimbangnya rasio dokter umum dan spesialis di Indonesia sangat berdampak terhadap kualitas kesehatan di setiap daerah.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Presiden Medical Asean (MASEAN), Dr Moh. Adib Khumaidi memaparkan hal yang masih menjadi kendala pemerataan dokter di Indonesia.
Adib mengatakan, faktor utama ketidakmerataan jumlah keterpenuhan rasio dokter di Indonesia adalah keengganan untuk bekerja di wilayah terpencil.
"Hasil survei yang kita lakukan bahwa kita tidak melihat dalam aspek personal dari para dokter, namun memang ada beberapa permasalahan di daerah ya, berkaitan dengan sarana prasarana yang terbatas, keterbatasan akses obat, insentif dan jenjang karir, tidak bertahan jangka panjang, fasilitas dan lapangan kerja (terutama untuk anak, pasangan), dan kerjasama pemerintah pusat dan daerah," kata Adib dalam diskusi daring dengan tema Kekurangan Dokter VS Pemerataan Dokter digelar IDI, Kamis (22/2).
Adib juga menekankan bahwa pentingnya mengupayakan pemenuhan rasio tenaga kesehatan dan fasilitas medis berbasis pendekatan kewilayahan.
"Ini perlu peran dari Kementerian Dalam Negeri, lalu kemudian Kemenpan RB, yang ini nanti kita melihat dalam aspek regulasi Undang-undang," ujar Adib.
Adi juga menilai masih perlu adanya peraturan tentang kewenangan pemerintah pusat dalam memastikan pemenuhan dan pemerataan antar wilayah.
Selain itu juga terdapat upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam menangani pemenuhan jumlah dokter di Indonesia.
"Jadi ada program ya (dulu pernah dilakukan sebenarnya oleh pemerintah), yang sifatnya temporer, dengan namanya adalah wajib kerja dokter spesialis, sehingga dalam 1 wilayah itu ada masa 1 tahun. Yang kedua adalah program penempatan mahasiswa pendidikan dokter spesialis tingkat akhir ke daerah yang masih minim ketersediaan dokternya," kata Adib.
Strategi yang paling penting dilakukan menurut Adi adalah memulai upaya dari hulu.
Pemerintah daerah perlu melakukan dorongan kepada putra putri daerah dan memberikan kesempatan menempuh pendidikan kedokteran dengan sokongan anggaran dari pemerintah daerah.
Kemudian melakukan pendataan terkait jumlah dokter umum dan dokter spesialis.
Lalu memperhitungkan kebutuhan dokter umum dan dokter spesialis di setiap wilayah untuk kemudian mendorong center-center pendidikan di setiap wilayah membuka lebih banyak kuota dengan tujuan pemenuhan kebutuhan akan dokter umum dan spesialis.