Menko Polhukam: Kita tidak alergi terhadap kritik
"Demo harus ikut aturannya. Enggak boleh melanggar, enggak boleh anarkis, enggak boleh ganggu orang lain," kata Djoko.
Seniman sekaligus aktivis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Ratna Sarumpaet akan menggelar aksi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mundur dari jabatannya. Dia menilai, SBY telah melakukan banyak pelanggaran.
Tidak hanya itu, Ratna menilai selama kepemimpinan SBY banyak kasus korupsi yang jalan di tempat, termasuk kasus Bank Century yang diduga melibatkan Wakil Presiden Boediono.
Meski demikian, Menko Polhukam Djoko Suyanto hanya tersenyum mendengar rencana Ratna untuk melakukan aksi demontrasi menurunkan SBY pada 25 Maret mendatang. Djoko juga menilai, aksi tersebut sama seperti demontrasi-demontrasi serupa yang berlangsung sebelumnya.
Djoko mengatakan, pemerintah tidak anti terhadap kritik-kritik yang diungkapkan sejumlah pihak. Bahkan, kritik-kritik tersebut sudah mulai muncul sejak SBY baru pertama kali menjabat sebagai presiden pada 2004 lalu.
"Kalau demo untuk mengkritik pemerintah, presiden baru dilantik 2004, 2005 kritik pemerintah sudah ada. Kan kita tidak pernah alergi terhadap kritik, bagus juga untuk ingatkan kita. Mengkritik kebijakan isu sah dalam demokrasi," ujar Djoko di Istana Negara, Jakarta, Kamis (21/3).
Dalam aksinya, Djoko meminta kepada Ratna dkk untuk tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Yakni tidak melakukan pelanggaran, dan tidak boleh mengganggu aktivitas warga yang tidak ikut unjuk rasa.
"Demo harus ikut aturannya. Enggak boleh melanggar, enggak boleh anarkis, enggak boleh ganggu orang lain," pintanya.
Terkait tudingan Ratna terhadap mendeknya kasus Century, Djoko membantahnya. Saat ini, kasus tersebut masih dalam penyelidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Tersangkanya sudah ada, yang dihukum polisi pun sudah ada. Tapi kalau yang dituntut yang tidak-tidak yah tidak benar juga. Percayakan kepada KPK dan polisi," pungkasnya.