Menkum HAM soal Perppu kebiri: Bukan dibuang itunya, tapi hormonnya
Yasonna akui jika kebiri yang dimaksud potong alat kelamin akan melanggar HAM.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana keluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang hukuman kebiri. Wacana ini menuai pro dan kontra karena dikhawatirkan dapat mengancam Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menerangkan bahwa hukuman kebiri bukan pemotongan alat kelamin bagi para pelaku kejahatan seksual pada anak atau paedofil. Dia menegaskan, pelaku akan dikurangi hormon seksualnya.
"Jadi begini, kebiri bukan dibuang itunya (alat kelamin). Nanti kan itu ada caranya mengurangi hormon jahatnya. Kalau sampai ke situ (memotong alat kelamin) melanggar HAM kita nanti," kata Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (26/10).
"Di beberapa negara disuntik hormonnya ditambah, supaya dia normal. Itu ada orang-orang paedofil, kehidupannya mengerikan itu," ungkapnya.
Menurut dia, kritikan tersebut diberikan karena adanya kekhawatiran. "Jika alat kelaminnya dibuang pelaku kejahatan seksual nantinya tidak bisa mendapatkan keturunan," bebernya.
"Jadi kalau dengan hukuman keras begitu, Pak Presiden juga bilang kita harus kasih hukuman keras karena ini jahat sekali kepada anak-anak, masa depan anak-anak bisa hancur. Tapi bagaimanapun hukuman kebiri jangan diasumsikan kebiri zaman tempo dulu itu, atau kita punya binatang peliharaan supaya bersih tidak itu. Supaya ngeri aja dibilangnya kebiri," tandasnya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Muhammad Nur Khoiron menganggap hukuman kebiri sebagai bentuk kemunduran penegakan HAM.
"Jangan hanya satu persoalan bentuk hukumannya menjadi kemunduran," katanya ketika ditemui setelah diskusi di D'Resto Plaza Festival, Jakarta, Minggu (25/10).
Menurut Khoiron, seharusnya pemerintah memanusiakan manusia. Begitu pun cara menghukum orang yang jahat sekalipun. Khoiron mengatakan, jika cara tersebut dilakukan maka tidak ada kesempatan lagi bagi orang yang bersalah untuk memperbaiki kesalahannya.
"Jadi sekarang untuk menjadi normal tidak ada ruang lagi. Bahkan haknya dikurangi," paparnya.