Meski kuota ditambah, masa tunggu haji di Sulsel masih puluhan tahun
Penambahan kuota haji berdampak pada pemangkasan masa tunggu haji di Sulawesi Selatan selama delapan tahun. Namun meski berkurang, masa tunggu terbilang masih lama, dari semula 42 tahun menjadi 34 tahun.
Waktu tunggu calon jemaah haji saat ini berkurang delapan tahun setelah kuota haji ditambah. Jika sebelumnya ada calon jemaah haji Sulsel harus menunggu hingga 42 tahun, kini berkurang menjadi 34 tahun.
"Alhamdulillah, patut kita syukuri karena adanya penambahan kuota itu maka terjadi pengurangan masa menunggu bagi calon jemaah haji," kata Kepala Kanwil (Kakanwil) Kementerian Agama Sulsel Abdul Wahid Thahir saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Dijelaskan, kuota haji Sulsel sebelumnya sebanyak 5.777, kini kuotanya kembali normal menjadi 7.221 orang. Kemudian ada lagi tambahan 75 orang sehingga totalnya menjadi 7.296 orang. Jumlah kuota ini mulai berlaku untuk pemberangkatan tahun 2017 ini. Sebelumnya terjadi pengurangan kuota karena adanya kegiatan renovasi Masjidil Haram.
Abdul Wahid Thahir menjelaskan, masa tunggu calon jemaah haji paling lama di Kabupaten Sidrap yakni selama 43 tahun. Karena masa tunggunya berkurang delapan tahun setelah adanya penambahan kuota itu, maka yang tadinya menunggu selama 43 tahun kini menjadi 35 tahun.
Menyusul daerah lain seperti calon jemaah haji asal Kabupaten Bantaeng, masa tunggunya dari 42 tahun kini menjadi 34 tahun, lalu dari Kabupaten Wajo dari 41 tahun kini menjadi 33 tahun.
"Karena terjadinya pengurangan masa tunggu ini maka ada di antara para calon jemaah haji di wilayah Sulsel yang kini menunggu hanya 15 tahun," tutur Abdul Wahid Thahir.
Kakanwil Kemenag Sulsel ini akui jika antusias masyarakat Sulsel untuk ke Tanah Suci jalankan ibadah haji itu sangat tinggi, sehingga dari tahun ke tahun terus bertambah dan jauh melampaui kuota yang tersedia. Tak pelak mereka pun harus menunggu lama untuk bisa ke Tanah Suci karena keterbatasan kuota.
"Antusias masyarakat Sulsel berhaji itu sangat tinggi, mungkin tertinggi di Indonesia. Itu indikator dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat Sulsel karena ke sana itu butuh biaya tidak sedikit. Lalu indikator kedua, karena kesadaran masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji," jelasnya.
Namun Abdul Wahid Thahir mengakui, sebagian juga ada masyarakat Sulsel yang ke Tanah Suci untuk menaikkan status sosialnya. Tapi dia berharap, tujuan-tujuan seperti itu harus dikurangi karena yang terpenting adalah nilai ibadahnya.