Minta rapat paripurna RUU Pemilu diskors, Fraksi PAN ingin lobi
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) meminta pimpinan rapat paripurna memberikan waktu untuk melakukan lobi dengan fraksi-fraksi lainnya dalam rangka pengambilan keputusan isu krusial dalam RUU Pemilu. Hingga kini fraksi di DPR masih terbelah dalam menentukan isu krusial, khususnya soal presidential threshold.
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) meminta pimpinan rapat paripurna memberikan waktu untuk melakukan lobi dengan fraksi-fraksi lainnya dalam rangka pengambilan keputusan isu krusial dalam RUU Pemilu. Hingga kini fraksi di DPR masih terbelah dalam menentukan isu krusial, khususnya soal presidential threshold.
Peta politik di DPR menunjukkan bahwa PAN dan PKB seolah menjadi 'anak emas' dalam penentuan isu krusial ini. Kedua parpol pendukung pemerintah tersebut diketahui belum memberikan sikap dan pandangan yang jelas soal presidential threshold.
"Karena itu pengambilan keputusan kami usulkan dari F-PAN untuk diberi waktu luang untuk kembali melakukan lobi-lobi. Jika dari lima paket belum ada titik temu, siapa tau dari lobi ada paket baru," kata Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto di ruang rapat paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (20/7).
Dia menginginkan seluruh anggota dewan menjalankan sila keempat Pancasila yakni musyawarah mufakat. Karena itulah PAN menginginkan lobi semakin diintensifkan.
"Kami usul secara langsung skors sidang ini. Intinya kami minta lobi untuk musyawarah mufakat," pungkas Yandri.
Seperti diketahui, hingga kini rapat paripurna pengambilan keputusan 5 isu krusial RUU Pemilu masih berlangsung. Kelima paket itu di antaranya yakni sistem pemilu, metode konversi suara, alokasi kursi pada penataan daerah pemilihan, parliamentary threshold dan presidential threshold.
Adapun 5 opsi paket pengambilan keputusan adalah:
Paket A, presidential threshold (20–25 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3–10 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).
Paket B, presidential threshold (0 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3–10 kursi), metode konversi suara (quota hare).
Paket C, presidential threshold (10–15 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3–10 kursi), metode konversi suara (quota hare).
Paket D, presidential threshold (10–15 persen), parliamentary threshold (5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3–8 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).
Kemudian Paket E, presidential threshold (20–25 persen), parliamentary threshold (3,5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3–10 kursi), metode konversi suara (quota hare).