Mitos gerhana bulan dan gempa besar di Jakarta
Mitos gerhana bulan dan gempa besar di Jakarta. Gempa yang berpusat di Banten terjadi pada Selasa 23 Januari 2018 pukul 13.34 WIB, berdekatan dengan prediksi gerhana bulan pada 31 Januari 2018.
Kepanikan melanda Ibu Kota. Di sebuah pusat perbelanjaan, para pengunjung berebut turun dengan eskalator, karyawan berhamburan dari perkantoran. Pasien rumah sakit dievakuasi, tamu salon berhamburan, bahkan beredar foto seorang pria keluar dengan handuk terlingkar di badan.
Seorang warga yang trauma membandingkan guncangan kuat di Jakarta dengan apa yang dialaminya pada 2007 lalu, ketika lindu dahsyat melanda Yogyakarta.
-
Di mana gempa Bantul berpusat? Gempa bumi yang berpusat di Kabupaten Bantul menjadi sebuah alarm pengingat tentang keberadaan zona subduksi yang masih aktif di wilayah selatan Pulau Jawa.
-
Di mana situs Banten Girang berada? Lalu, ada juga situs Banten Girang yang berbentuk gua dan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda saat masih menguasai Banten, sebelum berdirinya Kesultanan Surosowan tahun 932 dan 1030 masehi.
-
Di mana lokasi gempa bumi tersebut? Hasil analisa BMKG menunjukkan gempa bumi yang terjadi jenis dangkal akibat aktivitas sesar aktif di darat.
-
Di mana Lembah Cipanas Kelapa 3 berada? Adapun tempat tersebut bernama Lembah Cipanas Kelapa 3, yang lokasinya ada di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan.
-
Kapan gempa Bantul terjadi? Pada Jumat (30/6) malam pukul 19.57, wilayah Bantul dan sekitarnya diguncang gempa dengan magnitudo M 6,4.
-
Apa dampak yang ditimbulkan gempa Bantul? Gempa M 6,4 Bantul berdampak pada sejumlah kerusakan. Fakta di Balik Gempa M 6,4 yang Guncang Bantul, Alarm Megathrust?
Guncangan hebat yang dirasakan warga Jakarta Selasa siang, sejatinya tak berpusat di ibu kota. Episentrum gempa 6,1 skala Richter berada di laut, 43 km barat daya Kota Muarabinuangeun, Kabupaten Cilangkahan, Provinsi Banten.
Namun, lagi-lagi, peristiwa tersebut membuktikan satu hal: Jakarta, kota terpenting di Indonesia, rentan gempa.
Belum lagi reda rasa was-was, beredar kabar tentang potensi lindu yang lebih besar lagi. "Diharapkan keluar rumah nanti malam pukul 22.30-23.59 dikarenakan potensi gempa susulan 7,5 SR," demikian kabar yang mengatasnamakan BMKG beredar viral.
Kabar, yang menyertakan peringatan dini dari BMKG soal potensi gelombang tinggi, belakangan terbukti bohong alias hoax. BMKG membantah, ahli gempa pun menepis.
Ahli Geologi Gempa Bumi LIPI, Danny Hilman Natawidjaja mengatakan, gempa susulan biasa terjadi. Namun, kekuatannya tak sebesar yang utama.
"Gempa susulan hanya untuk menyeimbangkan lempeng saja. Kadang masyarakat itu salah pengertian. Yang harus diwaspadai sebenarnya gempa yang besarnya tadi," kata Danny saat dihubungi Liputan6.com.
Masyarakat diminta tidak terpancing isu tentang adanya prediksi gempa susulan 7,5 SR di media sosial.
Terpisah, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menegaskan, ilmu pengetahuan saat ini belum mampu memprediksi secara pasti, kapan, di mana, dan berapa besar gempa akan terjadi.
Oleh karena itu, dia meminta masyarakat mencari kebenarannya jika menerima informasi akan terjadi gempa.
"Bahkan dengan spesifik mengatakan besar, waktu dan lokasi itu adalah hoax. Jadi jangan ikut-ikutan menyebarkan di medsos."
Meski demikian kesiapsiagaan adalah hal yang wajib dimiliki masyarakat Indonesia. Perlu dipahami bahwa negara kita terletak di lingkaran 'cincin api Pasifik' atau Pacific Ring of Fire dan daerah kedua yang paling aktif di dunia: sabuk Alpide. Terjepit di antara dua wilayah kegempaan berarti, Tanah Air menjadi lokasi sejumlah letusan gunung berapi dan gempa terdahsyat yang pernah terjadi di muka Bumi. Menjadi 'supermarket' bencana.
Sutopo menjelaskan, selatan Jawa merupakan zona sepi gempa besar. Wilayah selatan Jawa, khususnya dari segmen Pangandaran hingga Pacitan dan Banyuwangi, adalah zona seismic gap.
"Lempeng Indo Australia dan Eurasia di selatan Jawa ini aktif bergerak rata-rata dengan kecepatan 6,6 cm per tahun. Ratusan tahun tanpa gempa besar sehingga energinya terkunci. Artinya ada potensi yang besar. Suatu saat bisa lepas energinya menjadi gempa dan membangkitkan tsunami. Kapan? Kita tidak tahu pasti," tutur Sutopo.
Mitos gerhana bulan dan gempa bumi
Gempa yang berpusat di Banten terjadi pada Selasa 23 Januari 2018 pukul 13.34 WIB, berdekatan dengan prediksi gerhana bulan pada 31 Januari 2018.
Sejumlah orang pernah mengait-ngaitkan gempa 7,4 SR Jepang 21 December 2010 dan gempa 6,5 SR Iran yang mengakibatkan korban jiwa, dengan gerhana bulan.
Dan, kebetulan, tak lama setelah gempa 6,1 di Banten, lindu dahsyat dengan kekuatan 7,9 SR mengguncang Alaska.
Sudah lama Bulan dikait-kaitkan dengan terjadinya gempa. Apalagi lindu dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 juga terjadi 2 pekan sebelum supermoon 10 Januari 2005. Pun dengan gempa 9 SR di Jepang pada 11 Maret 2011.
Benarkah fase Bulan berpengaruh pada aktivitas geologi, khususnya gempa?
Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Danny Hilman Natawidjaja menegaskan, tidak ada kaitan antara kedua fenomena alam tersebut.
"Tidak ada kaitannya. Itu suatu perkiraan orang dihubung-hubungkan orang," ujar Danny.
Senada, Kepala Bagian Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko, menegaskan kedua hal tersebut terlalu jauh untuk dikaitkan.
"Sejauh ini tidak ada kaitannya. Yang satu fenomena astronomi yang satu fenomena terkait geologi. Jadi dua hal yang berbeda," tutur Hary kepada Liputan6.com.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/ian)