Modal kartu pers, guru di pondok pesantren peras pegawai koperasi
Sebagai alat bukti, dari tersangka diamankan seragam atribut badge TNI AD dan emblem Pers.
Bermodalkan sebuah kartu pers, Ahmad Syaifulloh (34) melakukan pemerasan pada seorang pegawai koperasi di Malang, Jawa Timur. Pelaku yang mengaku sebagai wartawan Pakar Bangsa menipu korbannya bernama Ngatuwin (47).
Syaifulloh memeras korbannya agar membayar Rp 30 juta sebagai uang tutup mulut. Jika tidak, dia mengancam akan memberitakan perbuatan Ngatuwin, bahkan mengancam akan diberitakan biar kasusnya didengar Polda Jawa Timur.
Kasat Reskrim Polres Malang, AKP Adam Purbantoro menceritakan, Syaifulloh memeras dengan cara menuduh korban telah membeli barang curian. Korban dibuat ketakutan dan dimintai sejumlah uang.
"Lewat bukti transfer bank, kami berhasil meringkus pelaku di sebuah mesin ATM di sekitar pasar Sumbermanjing Wetan," kata Adam Purbantoro di Mapolres Malang di Kepanjen, Kamis (24/3).
Saat melakukan aksinya, Syaifulloh mengaku sebagai wartawan dan terang-terangan meminta uang penutup mulut sebesar Rp 30 juta.
Syaifulloh sendiri diketahui sebagai warga Desa Sumbermanjing, Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang. Sehari-hari sebagai pengajar di salah satu pondok pesantren.
Lantaran merasa terancam, Ngatuwin pun akhirnya sepakat untuk membayar dengan cara mencicil sebanyak 3 kali. Ia akan membayar sebesar Rp 10 juta setiap kali transfer.
Pembayaran pertama dilakukan pada Senin (14/3), kemudian keesokannya kembali transfer Rp 10 juta ke rekening yang sama. Sisanya dijanjikan akan dibayarkan secara tunai.
Kamis (17/3), Syaifulloh menemui korban untuk memberikan kwitansi bukti kalau sudah menerima uang. Namun saat tiba waktu pembayaran yang terakhir, korban melaporkan pelaku ke polisi.
Sebagai alat bukti, dari tersangka diamankan seragam atribut badge TNI AD dan emblem Pers serta logo Detasemen Elite Squad AWPI, kartu pers atas nama Achmad Saifulloh, sebagai Wapimred Pakar Bangsa. Pada kartu pers tersebut tertulis Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia.
Polisi sedang melakukan pengembangan, karena pelaku mengaku hanya menerima Rp 20 juta. Pelaku juga mengaku kalau uang tersebut dibagi dengan orang lain.
"Masih dikembangkan, termasuk aliran dana pada seseorang yang mengaku pimred media yang bersangkutan," katanya.
Adam akan meminta klarifikasi kepada Dewan Pers, terkait media tempat Saifulloh bekerja. Selain itu juga berencana konsultasi ke organisasi wartawan yang diakui oleh Dewan Pers.
"Masyarakat jangan ragu untuk melapor jika mengalami tindak pemerasan serupa. Supaya jelas dari oknum yang mengaku-ngaku wartawan," katanya.
Syaifullah sendiri sebenarnya adalah seorang pengajar di salah satu pondok Pesantren. Baru sekitar 6 bulan direkrut oleh seseorang yang mengaku Pimred Pakar Bangsa untuk menjadi wartawan.
"Pelaku mendapat fasilitas seragam dan kartu identitas pers," katanya.
Atas perbuatan tersebut, pelaku dijerat dengan pasal 368 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara.