Mursyida yakin Briptu Haikal buat surat perdamaian sepihak
Putri kini tak bisa sekolah setelah kakinya patah ditabrak Briptu Haikal.
Surat pernyataan perdamaian terkait kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan Putri Shahara (13) mengalami patah kaki dan pinggang yang ditabrak oleh Briptu Muhammad Haikal disinyalir dibuat secara sepihak oleh anggota polisi tersebut. Menurut keterangan dari pihak keluarga Putri, pada saat disodorkan tanda tangan surat perdamaian itu kepada ayah Putri, Tarifuddin sedang terkulai lemah di Rumah Sakit Fakinah. Tarifuddin sedang dirawat karena menderita diabetes yang sampai diamputasi kakinya.
"Waktu itu kami keluarga gak tau ditandatangani surat perjanjian itu," kata Ibu Putri, Mursyida, kepada merdeka.com di Banda Aceh, Rabu (6/11).
Hal ini juga diperkuat oleh penjelasan pihak Lembaga Bantuan Hukum Anak (LBH Anak), Rudi Bastian. Menurut Rudi, keluarga baru mengetahui ada surat perjanjian itu setelah ditandatangani.
"Jadi yang merancang surat itu sepihak, ayah Putri tanda tangan lagi sakit, surat sudah jadi," ujar Rudi.
Menurut keterangan keluarga, perjanjian sebelumnya tidak seperti tercantum dalam poin perjanjian tersebut. Pada awalnya, Muhammad Haikal akan secara bersama-sama menanggung biaya pengobatan kesembuhan Putri.
"Jadi dalam surat perdamaian itu, disebutkan pihak pertama (ayah Putri) mengikhlaskan dan semampu pihak kedua (Muhammad Haikal) dalam membantu biaya pengobatan Putri," ungkap Rudi.
Semakin aneh, kata Rudi, dalam poin selanjutnya disebutkan pihak pertama telah menganggap ini musibah dan tidak menuntut baik secara pidana dan perdata. "Ini berbanding terbalik saat mediasi awal, bahwa akan menanggung pengobatan secara bersama-sama," imbuh Rudi.
Rudi menegaskan, dalam surat perjanjian itu hanya ada satu kepala desa yang tanda tangan."Semestinya, kepala desa tempat tinggal korban juga ada di Desa Beurawe, tapi hanya ada kepala desa tempat Haikal tinggal di Desa Cot Lamkuwueh, Kecamatan Meuraxa," sebutnya.
Sementara saat dikonfirmasi perihal surat perjanjian itu, Kasatlantas Polresta Banda Aceh, AKP Andi Kirana menyebutkan, persoalan surat perdamaian itu tidak bisa dicampuri oleh pihaknya. "Kita gak pernah mencampuri surat itu. Surat itu dibuat oleh ayah Putri Aiptu Tarifuddin dengan Muhammad Haikal, lalu dibawa pada kami sudah ada stempel kepala desa dan saksi-saksi," jelas Andi Kirana.
Sesuai dengan surat perjanjian yang diperlihatkan oleh keluarga dan bahkan dibagikan fotokopi-nya, jelas terlihat hanya ada satu kepala desa yang menandatanganinya, yaitu kepala Desa Cot Lamkuweuh atas nama Yustiar Amri pada 3 Desember 2013.