NasDem Usul Pasal 27 Ayat 3 dan 28 Ayat 2 UU ITE Dicabut, Dinilai Pasal Karet
Fraksi NasDem mendorong penghapusan atau pencabutan pasal karet UU ITE. Pasal yang dianggap kontroversial itu pada pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2.
Anggota komisi III DPR RI Fraksi Nasdem Taufik Basari mendukung wacana revisi UU informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Fraksinya mendorong penghapusan atau pencabutan pasal karet UU ITE. Pasal yang dianggap kontroversial itu pada pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2.
"Sebaiknya pasal yang potensial menjadi pasal karet dihapus atau dicabut saja," kata Taufik dalam keterangannya, Rabu (17/2).
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Mengapa Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum untuk melindungi hak anak di ruang digital? Revisi Kedua UU ITE dianggap sebagai momentum perlidungan hak anak di ruang digital. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen APTIKA) Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan Perubahan Kedua (UU ITE) akan meningkatkan perlidungan anak-anak yang mengakses layanan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
-
Bagaimana menurut Menkominfo Budi Arie, revisi UU ITE jilid II dapat menjaga ruang digital di Indonesia? Yang pasti kan pemerintah ingin menjaga ruang digital kita lebih kondusif dan lebih berbudaya.
-
Bagaimana sikap Baleg terkait revisi UU MD3? Awiek memastikan, tidak ada rencana membahas revisi UU MD3. Apalagi saat ini DPR sudah memasuki masa reses. "Tapi bisa dibahas sewaktu-waktu sampai hari ini tidak ada pembahasan UU MD3 di Baleg karena besok sudah reses," tegas dia.
Menurut Taufik, pasal tersebut multitafsir. Korbannya sudah banyak. Siapa saja bisa saling lapor dan jadi ajang kriminalisasi.
"Siapa saja bisa dikriminalisasi, bisa saling lapor. Masyarakat biasa, tokoh hingga jurnalis juga ikut terjerat," kata dia.
Pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait penghinaan atau pencemaran nama baik secara daring. Implementasinya penghinaan atau pencemaran nama baik ini diartikan secara luas. Malah tidak merujuk pada pasal 310-311 KUHP yang seharusnya hanya dapat diproses dengan aduan dari pihak korban langsung dan tidak boleh menyerang penghinaan apabila demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri. Ditambah pasal ini juga kerap digunakan untuk kriminalisasi konten jurnalistik.
"Pada praktiknya (pasal 27 ayat 3) juga dikhawatirkan bisa digunakan untuk membungkam suara-suara kritis," kata Taufik.
Sedangkan pasal 28 ayat 2 terkait penyebaran informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Tafsirnya seperti pasal sebelumnya, bisa sangat luas.
"Kritikan bisa dianggap menghina, bahkan bisa dianggap menyebar informasi dengan tujuan menimbulkan rasa kebencian," ungkap Taufik.
Dia mendukung dua pasal tersebut dicabut. Sementara, masyarakat diberikan pengetahuan yang cukup dalam literasi digital. Edukasi masyarakat perlu agar memahami bagaiman batasan-batasan menggunakan teknologi informasi.
"Selanjutnya perlu dipikirkan agar masyarakat diberi pengetahuan yang cukup tentang literasi digital khususnya dalam memproduksi konten digital. Masyarakat diedukasi seperti apa batasan-batasan dalam menggunakan teknologi informasi terutama di media sosial, sehingga penggunaan teknologi tetap berjalan sesuai dengan fungsi positifnya," ucap Taufik.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan jika penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah tidak sehat. Hal itu menyusul banyaknya kasus saling lapor dengan menggunakan undang-undang tersebut.
Menurutnya, penerapan aturan tersebut telah menjadi perhatian dari Presiden Joko Widodo. Karena harus berpegangan pada rasa saling menghormati dan kebebasan berpendapat. Jangan sampai timbulkan perpecahan dalam suasana berbangsa dan bernegara.
"Khususnya terkait denan penggunaan dan penerapan pasal-pasal ataupun undang-undang ITE yang selama beberapa hari ini kita ikuti bahwa suasananya sudah tidak sehat. Jadi, UU ITR digunakan untuk saling melapor dan kemudian berpotensi menimbulkan polarisasi," kata Sigit saat acara hasil evaluasi dan penghargaan pelayanan Publik di Lingkungan Polres, Polresta, Polres Metro tahun 2020 melalui siaran virtual, Selasa (16/2).
Baca juga:
Kritik JK Bikin Jokowi Lempar Wacana Revisi UU ITE?
Menkominfo Dukung Pembuatan Pedoman Penafsiran UU ITE
Demokrat Pertanyakan Jokowi Tolak RUU Pemilu Tapi Lempar Wacana Revisi UU ITE
Kapolri: Pelaporan UU ITE Bersifat Delik Aduan Tak Lagi Bisa Diwakilkan
Strategi Kapolri Jalankan Perintah Jokowi Soal UU ITE: Utamakan Mediasi
Amnesty International: Mereka yang Dikriminalisasi dengan UU ITE Harus Dibebaskan