Nurhadi Hilang 'Ditelan' Bumi
Teka-teki keberadaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi hingga kini menjadi misteri sejak ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 19 Desember 2019 lalu.
Teka-teki keberadaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi hingga kini menjadi misteri sejak ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 19 Desember 2019 lalu. KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka setelah diduga berperan dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung sepanjang periode 2011-2016.
Kasus ini melibatkan Advokat Rezky Herbiyanto (RHE) dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto, sebagai pihak swasta. Nurhadi diduga telah menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap dan gratifikasi dengan total Rp 46 miliar lewat tangan menantunya Rezky.
-
Siapa Indi Nuraidah? Indi sering membagikan foto-foto kebersamaannya dengan Lesti, termasuk pada momen Lebaran tahun ini. Ingin tahu lebih banyak tentang Indi Nuraidah, bibi Lesti Kejora? Yuk, simak informasi selengkapnya berikut ini.
-
Siapa Farida Nurhan? Inilah salah satu sudut rumah Farida Nurhan di kampung halamannya, yaitu di Kota Lumajang. Rumah ini tampak sangat jauh dari citra tajir melintir dan popularitasnya sebagai seorang food vlogger yang dikenal.
-
Apa yang dilakukan Nuri Maulida saat ini? Nuri Maulida kini memilih untuk menjauh dari dunia hiburan dan fokus pada kehidupan pribadinya sebagai seorang istri dan ibu.
-
Siapa Syekh Nurjati? Syekh Maulana Idhofi Mahdi Datuk Kahfi atau Syekh Nurjati menjadi tokoh penyebar Agama Islam yang berpengaruh di sekitar abad ke-14.
-
Siapa Nurra Datau? Bagi yang masih asing dengan sosok Nurra Datau, inilah potretnya. Lahir dari pasangan Ine Febriyanti dan Yudi Datau, Nurra pun memiliki wajah cantik yang diwariskan oleh orang tuanya.
-
Kapan Nurra Datau lahir? Tepat pada 31 Juli kemarin, Nurra Datau baru saja genap berusia 19 tahun. Diketahui, Nurra Datau lahir pada 31 Juli 2004.
Rezky diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
"KPK meningkatkan penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/12).
Penetapan ketiga tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung tahun 2016. Kala itu, OTT dilakukan KPK menjerat Edy Nasution selaku Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan pegawai PT Artha Pratama, Doddy Aryanto Supeno.
Diketahui dalam kasus tersebut, KPK menjerat Eddy Sindoro yang merupakan mantan Presiden Komisaris Lippo Group. Namun Eddy melarikan diri ke luar negeri dan baru menyerahkan diri pada Oktober 2018 dan telah dijatuhi vonis pengadilan dalam kasus ini.
KPK mencatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Atas perbuatannya, Nurhadi dan Rezky dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Hiendra dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b subsider Pasal 13 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Mangkir Diperiksa Hingga Jadi Buronan KPK
Namun sejak menyandang status tersangka, Nurhadi, tak pernah nongol saat diperiksa KPK terkait kasus menyeret namanya. Tercatat, Nurhadi, sudah empat kali mangkir diperiksa penyidik lembaga antirasuah.
KPK pun menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) dan surat perintah penangkapan untuk Nurhadi dan Rezky Herbiyono serta Hiendra Soenjoto. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dalam proses penerbitan DPO, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri pada Selasa, 11 Februari 2020 untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut.
"KPK terbitkan DPO dan surat perintah penangkapan untuk Nurhadi dan kawan-kawan," ujar Ali Fikri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (13/2) malam.
Ali menjelaskan, penerbitan surat DPO dilakukan setelah sebelumnya KPK memanggil para tersangka sesuai prosedur. Namun ketiganya tidak hadir memenuhi panggilan tersebut.
"Sesuai ketentuan pasal 112 ayat (2) KUHAP, terkait dengan hal tersebut, selain mencari, KPK juga menerbitkan surat perintah penangkapan," terang Ali.
Pasal 112 ayat 2 berbunyi setiap orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.
Ali menegaskan, KPK akan bertindak tegas sesuai hukum yang berlaku terhadap pihak-pihak yang tidak koperatif. Tak hanya itu, KPK juga mengingatkan ancaman Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman pidana minimal penjara 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
"Kami ingatkan kembali agar para saksi yang dipanggil KPK bersikap koperatif dan pada semua pihak agar tidak coba-coba menghambat kerja penegak hukum," kata Ali.
Menurut Ali, penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Tersangka juga telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.
Nurhadi Tinggal di Apartemen Mewah Kawasan Jakarta
Status Nurhadi menjadi buronan KPK itu mendapat sorotan aktivis Hukum dan HAM Haris Azhar. Menurut dia, status buronan tersangka korupsi menjadi modus baru KPK di periode saat ini.
"Nih kayaknya ada modus baru, orang dituduh korupsi yang ditersangkakan sebagai koruptor itu dengan enak-enaknya atau gampangnya mereka menjadi DPO, tapi juga enggak dicari sama KPK," ujar Haris di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (18/2).
Haris mempertanyakan hal tersebut lantaran pengacara Maqdir Ismail menyebut Nurhadi berada di Jakarta. Haris merasa heran KPK belum bisa menyeret Nurhadi ke lembaga antirasuah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Pengacaranya Nurhadi bilang bahwa Nurhadi ada di Jakarta, tapi KPK bilang dia DPO, kan ada yang lucu. Terus DPO kalau dia ada di Jakarta, apa yang membuat dia enggak mau datang ke KPK atau menyerahkan diri untuk diperiksa lebih jauh," kata Haris.
Haris berpandangan bahwa KPK era Firli Bahuri dengan gampangnya menerbitkan surat DPO tanpa menyeret sang buron ke markas antirasuah. Haris mengatakan, berdasarkan informasi yang dia terima, Nurhadi berada di sebuah apartemen dengan pengawasan yang ketat.
"Kalau informasi yang saya coba kumpulkan, maksdunya bukan informasi yang resmi dikeluarkan KPK ya, KPK sendiri tahu bahwa Nurhadi dan menantunya itu ada di mana. Di tempat tinggalnya di salah satu apartemen mewah di Jakarta," kata Haris.
Menurut Haris, di apartemen mewah tersebut Nurhadi tinggal dan bersembunyi. Jika informasi tersebut benar, Haris menyesali KPK tak berani untuk menangkap Nurhadi.
"KPK enggak berani datang untuk ngambil Nurhadi, karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat mewah proteksinya. Artinya apartemen itu enggak gampang diakses oleh publik, lalu ada juga tambahannya dilindungi oleh, apa namanya pasukan yang sangat luar biasa itu," kata Haris.
Haris meyakini pihak lembaga antirasuah mengetahui keberadaan Nurhadi, hanya saja KPK tak berani eksekusi. Menurut Haris, KPK era Firli menerbitkan surat DPO hanya formalitas semata.
"DPO formalitas, karena KPK enggak berani tangkep Nurhadi dan menantunya. Jadi kan lucu. Inilah bukti bahwa KPK tambah hari tambah keropos ya, dengan UU baru dan pimpinan Baru," kata dia.
Jejak Hitam Nurhadi
Sebelum menetapkan tersangka, KPK sudah menggeledah rumah Nurhadi. Dalam penggeledahan tersebut penyidik KPK menemukan sejumlah uang dengan berbagai macam mata uang asing dengan total Rp 1,7 miliar. Bahkan Nurhadi sempat mencoba menghilangkan atau merusak barang bukti dengan memasukkan dokumen yang telah disobek-sobek ke dalam kloset.
Beredar kabar KPK sudah menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk Nurhadi sejak lama. Namun, Wakil ketua KPK, Saut Situmorang saat dimintai konfirmasi enggan menegaskan hal tersebut.
"Masih proses untuk menuju tahap selanjutnya," lanjut kata Saut kepada merdeka.com, Selasa (3/5).
Meski demikian, Nurhadi dikenal licin. Bahkan fakta-fakta baru yang ditemukan membuat sosok Nurhadi seolah 'sakti'. Berikut beberapa fakta yang membuat publik tercengang tentang sosok Nurhadi.
Terkait kasus yang membelit Nurhadi, KPK memanggil empat anggota Polri. Mereka adalah Brigadir polisi Ari Kuswanto, Brigadir polisi Dwianto Budiawan, Brigadir Polisi Fauzi Hadi Nugroho, dan Ipda Andi. Ke empat anggota Brimob itu selama ini menjaga rumah Nurhadi.
Namun keempat anggota ini berulang kali mangkir dari panggilan penyidik KPK yakni (24/5) (27/5) (7/6). KPK pun akan berkoordinasi untuk melakukan panggilan paksa setelah melakukan koordinasi dengan Kapolri Jenderal Badroddin Haiti.
Kadiv Humas Mabes Polri saat itu Irjen Boy Rafli Amar menyebut empat anggota polisi yang mangkir pemeriksaan KPK merupakan anggota satgas operasi Tinombala.
"Anggota kita yang dipanggil KPK itu sudah kita sudah konfirmasi kepada satuannya ada penjelasan bahwa sementara (empat polisi) masih melaksanakan tugas ke Poso," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7/6).
"Jadi nanti kebetulan di Poso baru ada perpanjangan operasi Tinombala. Dalam proses perpanjangan operasi ini terjadi rotasi petugas karena anggota Brimob yang bertugas sebelumnya diistirahatkan dulu," tambahnya.
Juru bicara Mahkamah Agung Suhadi mengklaim tidak tahu soal 4 anggota Brimob yang menjadi ajudan Nurhadi itu. "Kurang tahu kapan sejak kapan saya endak terlalu kontrol itu. Bisa diminta oleh pejabat yang bersangkutan. Saya kira demikian (ajudan untuk Nurhadi). Minta permohonan dari eselon 1 pelaksana tugasnya," kata Suhadi melalui sambungan telepon, Rabu (8/6)," ujar Suhadi.
Sopir Nurhadi Jadi Buronan
Bukan hanya Nurhadi, KPK pun hhingga saat ini masih memburu Royani, sopir pribadi Nurhadi. Royani diduga adalah perantara Nurhadi dengan pihak-pihak yang ingin bermain perkara di Mahkamah Agung.
KPK juga mengendus bahwa Royani memiliki rekening gendut. KPK pun sudah meminta data rekening Nurhadi, istrinya dan Royani ke Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). KPK menduga istri Nurhadi dan Royani menerima kucuran uang dari Nurhadi.
"Iya ada tiga, Nurhadi, istrinya (Tin Zuraida), dan Royani," ujar Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Senin (7/6).
Meskipun KPK mengendus adanya dugaan transaksi aneh, rekening ketiganya belum bisa diblokir. Sebab ketiga orang tersebut saat ini statusnya masih sebagai saksi.
"Kalau dicurigai ya akan diblokir tapi ini kan masih jadi saksi," jelasnya.
(mdk/gil)