Pakar Nilai Ubah Batas Usia Capres-Cawapres Tugas DPR dan Pemerintah Bukan MK
Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan kalau nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.
MK merupakan lembaga yudikatif yang tidak memiliki peran dalam perubahan aturan terkait Pemilu.
Pakar Nilai Ubah Batas Usia Capres-Cawapres Tugas DPR dan Pemerintah Bukan MK
Pengamat hukum dan tata negara Bivitri Susanti nilai gugatan batasan umur capres-cawapres yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan memiliki efek buruk jika dikabulkan. Ia menilai bahwa Mahkamah Konstitusi sudah sewajibnya untuk menolak mentah-mentah adanya pengajuan permohonan terkait batas usia capres-cawapres.
- Ganjar-Mahfud Daftar ke KPU Kamis Besok Jam 11 Siang
- KPU Unggah Pengumuman Pendaftaran Capres-Cawapres, Syarat Lampirannya Masih Pakai Aturan Lama
- Anies Tak Terganggu Putusan MK Soal Batas Usia Capres/Cawapres: Kami Fokus Daftar ke KPU 19 Oktober
- KPU Sebut Koalisi Perubahan Daftarkan Anies-Cak Imin pada 19 Oktober Jam 8 Pagi
Sebab menurut Bivitri, MK merupakan lembaga yudikatif yang tidak memiliki peran dalam perubahan aturan terkait Pemilu.
"Tidak seharusnya diputuskan oleh lembaga yudikatif. Itu tugasnya DPR dan pemerintah," ucap Bivitri.
merdeka.com
Bahkan, pengamat hukum tersebut juga memproyeksikan adanya kerusakan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Karena jika gugatan batas usia capres-cawapres diizinkan, maka legitimasi MK akan rusak.
Bivitri menyebut bahwa legitimasi MK sebagai lembaga negara akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan kalau nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.
"Kalau secara keilmuan sih, seharusnya MK memang tidak menerimanya. Jadi seharusnya memang tetap 40 tahun," tegas Bivitri.
Namun ia tidak memungkiri bahwa kuat diduga tengah ada desakan pada tubuh MK untuk segera mengizinkan adanya perubahan aturan batasan usia capres-cawapres demi Pilpres 2024 mendatang.
Hal itu dapat dilihat dari bagaimana sikap MK yang sempat menunda keputusan terkait gugatan tersebut. Kondisi itulah yang dianggap Bivitri dapat menggoyahkan sistem ketatanegaraan Indonesia.
"Ada operasi yang dilakukan juga dan itu yang menurut saya akan merusak sistem ketatanegaraan kita," pungkasnya.