Panen sawit, 2 warga di Kampar diduga dianiaya sekuriti perusahaan
Warga tak terima dan melaporkan permasalahan ini ke polisi.
K (24) dan RS (32), dua warga Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau dilaporkan PT Sekar Bumi Alam Lestari (SBAL) ke polisi. Keduanya diduga mencuri 12 tandan buah sawit dari kebun perusahaan.
Kasat Reskrim Polres Kampar AKP Bambang Dewanto saat dikonfirmasi merdeka.com mengatakan, pihaknya menerima laporan tersebut pada Sabtu (23/1) kemarin. Menurut Bambang, karena nominal kerugiannya tidak mencapai jutaan rupiah, polisi akhirnya membebaskan dua warga tersebut.
"Inikan tipiring (tindak pidana ringan), jadi sudah kita bebaskan. Tuduhannya karena diduga mencuri hasil perkebunan perusahaan (PT SBAL)," ujar Bambang, Minggu (24/1).
Sementara itu, Humas PT SBAL Mawardi membenarkan perusahaan mereka melaporkan dua warga ke polisi karena mengambil tandan buah kelapa sawit itu.
"Ya benar, warga ini kita laporkan karena mencuri hasil kebun perusahaan. Saya lupa berapa tandan, karena yang mengamankan mereka pihak sekuriti, lalu melaporkannya ke Mapolres Kampar," kata Mawardi melalui selulernya.
Sementara itu, pihak keluarga terlapor mengklaim bahwa mereka memanen sawit di atas lahan milik mereka sendiri.
"Kami tidak mencuri, kami panen di kebun kami sendiri," ujar Rasmi Pasaribu (69), keluarga dari K dan RS.
Untuk meyakinkan hal ini, Rasmi bahkan memperlihatkan bukti pembelian lahan seluas 75 meter persegi yang diklaim PT SBAL sebagai lahan perusahaan itu.
"Ada tanda tangan dan cap dari datuk di desa kami. Kok keluarga saya malah dituduh mencuri. Padahal kami panen di lahan yang kami tanam dan rawat sendiri sejak bertahun-tahun lalu," kata Rasmi sambil menunjukkan bukti surat kepemilikan lahan itu.
Rasmi mempertanyakan kenapa PT SBAL sampai sebegitu kerasnya melempar tuduhan tersebut, padahal dirinya memiliki bukti kepemilikan lahan.
"Bisa dilihat dalam surat ini, tanah pertama saya beli pada 23 Agustus 2011 lalu dan tanah kedua saya beli 26 September 2014. Totalnya ada sekitar 75 meter dan itu sudah kami pasang pagar," kata Rasmi.
Selama memiliki lahan tersebut, Rasmi dan keluarga membudidayakan lahan ini dengan cara menanami tanaman pisang, cokelat, mangga, durian belanda, lengkeng, sawo, jambu dan sawit.
"Bahkan saya tinggal di rumah itu, dan juga ada pondoknya. Saya yang menyuruh (K dan RS) untuk panen waktu itu," ujarnya.
Tak sekadar dituding mencuri, Rasmi bersama K dan RS bahkan diduga dipukuli oleh sekuriti PT SBAL.
"Saya dipukul pakai siku (sikut) di pundak lima kali. Menantu saya (RS) dan K dipukuli juga. Bahkan mereka dibawa ke mes perusahaan, di sana mereka kembali dipukuli. Sedangkan mobil pikap L-300 yang rencananya digunakan untuk panen saat itu juga dibawa mereka, beserta isi panennya. Saya saat itu minta tolong, jangan dipukuli lagi anak-anak ini, tapi orang itu marah," keluh Rasmi.
Dugaan pemukulan ini bermula saat K dan RS tengah memuat hasil panen ke dalam mobil pikap, Sabtu (23/1) pagi. Tiba-tiba keduanya dihampiri oleh seseorang yang belakangan diketahui diduga dari pihak perusahaan. Orang itu sempat bertanya, dari mana mereka memanen hasil kebun, dan dijawab RS, kalau itu hasil kebun di lahan mereka sendiri.
Beberapa menit berselang, datang empat orang lainnya, teman dari pria tersebut. Saat itulah tiba-tiba terjadi keributan hingga berujung pada kasus penganiayaan. Rasmi, K dan menantunya RS dipukuli, lalu K dan RS dibawa ke mes perusahaan.
"Kata menantu saya, dia juga dipukuli saat di mes, baru setelah itu dibawa ke kantor polisi," ucap Rasmi.
Atas perbuatan ini, pihak keluarga Rasmi pun berembuk dan akhirnya sepakat untuk membawa kasus ini ke polisi.
"Sudah, abangnya yang melaporkan ke Mapolsek Tapung Hilir kemarin. Kita mau mendapat keadilan lah. Anak-anak ini dituduh mencuri di lahan milik kami, lalu juga dipukuli. Kami minta keadilan dari pihak perusahaan," kata Rasmi.