Patriotisme tentara PETA, pasukan Indonesia didikan Jepang
Walau PETA dibentuk Jepang, namun mereka tak selamanya tunduk. Shodancho Supriyadi berontak di Blitar.
Letnan Jenderal Inada Masazumi tampak tak puas saat meninjau pertahanan Tentara Jepang di Jawa. Dalam perjalanan tanggal 13 Juni 1943 itu Masazumi pesimistis kekuatan tentara Jepang di Jawa sanggup untuk mempertahankan wilayah ini jika tentara sekutu menyerang balik.
Jangankan untuk berperang, Wakil Kepala Staf Selatan Tentara Kekaisaran jepang itu juga tak yakin tentara Jepang bisa menjaga ketertiban di Jawa. Jumlah tentara di Jawa diperkirakan tinggal 10.000 orang.
Tahun 1943, Jepang bukan lagi gurita raksasa yang membuat tentara Amerika, Inggris dan Belanda gemetaran seperti saat mereka merebut Hindia Belanda dalam hitungan hari.
Kini pasukan yang tersisa di Jawa, bukanlah pasukan terbaik. Jepang telah memecah bala tentaranya untuk berperang di Pasifik. Begitu juga dengan pesawat tempur dan tank. Buruknya, Jepang mulai terdesak kekuatan sekutu.
Di Indonesia, Jepang telah merekrut Heiho, atau pembantu tentara Jepang. Namun Heiho adalah prajurit rendahan yang hanya mengerjakan tugas-tugas kasar serdadu Jepang. Seperti menggali lubang pertahanan, mengangkut barang-barang atau memasak.
Para pemimpin militer Jepang beranggapan harus ada tentara pertahanan Indonesia yang dipimpin perwira Indonesia sendiri. Mereka diharapkan akan ikut bertempur bersama Jepang untuk melawan sekutu.
Untuk merebut simpati rakyat Indonesia, Jepang pun mulai melunak. Bendera Indonesia diizinkan berkibar di samping bendera Jepang. Begitu pula lagu Indonesia Raya tak haram lagi dinyanyikan di muka publik.
Jepang juga mendirikan pendidikan untuk perwira pribumi. Awalnya dibentuk Seinan Dojo di Tangerang bulan Januari 1943. di sini sekitar 50 pemuda diajarkan latihan militer, termasuk intelijen. Latihan sangat berat, tetapi Jepang puas melihat semangat dan kemampuan pemuda Indonesia.
Barulah Bulan Oktober 1943, Pusat Pendidikan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Mereka memberi kesempatan seluas-luasnya untuk mendaftar. Para pemuda yang sudah dilatih di Tangerang diangkat jadi asisten pelatih. Sementara itu pelatih dari Tentara Jepang adalah Letnan Yanagawa.
Yang dilatih di Bogor ini dibagi tiga kelas. Ada pendidikan untuk daidancho atau komandan batalyon, chudancho atau komandan kompi dan shodancho, komandan peleton.
Latihan untuk daidancho yang paling ringan, sementara shodancho paling berat. Soeharto, yang kelak menjadi Presiden RI kedua, termasuk salah satu di antara calon shodancho.
"Latihan untuk Shodancho sangat berat. Dititikberatkan pada penguasaan taktik kesatuan kecil ialah peleton atau seksi," kenang Soeharto dalam biografinya.
Salah satu calon perwira lain, Kemal Idris (kelak letjen TNI), mengisahkan rata-rata pemuda tertarik masuk PETA karena nasionalisme. Mereka sadar, Indonesia harus dipimpin oleh para perwira Indonesia kelak saat merdeka.
"Di tengah latihan PETA ditanamkan semangat patriotisme. Ditekankan Bangsa Indonesia tidak kalah dengan bangsa mana pun di dunia," kata Kemal.
Ada yang menyebut pendirian PETA adalah usulan tokoh nasionalis Gatot Mangkupraja. Namun sebagian meyakini Jepanglah di belakang ide pembentukan PETA. Agar tak terkesan keinginan Jepang, maka seolah orang pribumi yang mengusulkan.
Pendidikan PETA hanya dalam hitungan bulan. Jepang memang berusaha mencetak sebanyak mungkin perwira yang kemudian dikirim ke daerah untuk membangun tentara di wilayah masing-masing.
"PETA dibentuk balatentara Jepang sebagai tentara sukarelawan yang dibangun terburu-buru. Mereka memang dipersenjatai sebagai pasukan infanteri yang siap mati. Tak perlu dibuat sehebat tentara Jepang pada umumnya," kata sejarawan Petrik Matanasi kepada merdeka.com.
Faktanya, walau PETA dibentuk Jepang, namun mereka tak selamanya tunduk.
14 Februari 1945 diperingati sebagai hari pemberontakan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar, Jawa Timur. Shodancho Supriyadi memimpin anak buahnya melawan tentara Jepang.
Supriyadi merupakan angkatan pertama tentara Pembela Tanah Air. Dia mengikuti pendidikan Shodancho atau komandan peleton di Bogor.
Mereka marah melihat tentara Jepang yang terus menindas rakyat Indonesia dan melecehkan wanita. Supriyadi angkat senjata, walau akhirnya bisa ditumpas Jepang dalam waktu singkat.
Nasib Supriyadi tak jelas. Dia menghilang. Sebagian ada yang mengatakan dia tewas dihabisi Jepang, ada juga yang meyakini Supriyadi masih hidup. Namun yang jelas Supriyadi tak pernah datang untuk menepati posisinya sebagai Menteri Keamanan Republik Indonesia yang pertama.
Para perwira PETA kemudian menjadi inti dari Barisan Keamanan Rakyat yang bermetafosa jadi Tentara Nasional Indonesia. Mereka juga yang memimpin rakyat merampas senjata dari Jepang.
Baca juga:
Menggali sejarah PETA di Bogor Historical Community
Mengunjungi museum PETA, tempat Soedirman & Soeharto dilatih
Barisan para jenderal TNI eks tentara PETA
Daan Mogot, ABG 17 tahun sudah jadi komandan Akademi Militer
Kisah Shodancho Soemitro berani tonjok Kenpetai Jepang
-
Dimana pemberontakan PETA terjadi? Pemberontakan PETA di Blitar terjadi pada 14 Februari 1945. Kronologis pemberontakan dimulai ketika pasukan PETA yang dipimpin oleh Letnan Soeprijadi memberontak melawan tentara Jepang yang menduduki Indonesia pada waktu itu.
-
Bagaimana para perwira PETA terlibat dalam perebutan kemerdekaan Indonesia? Terpanggil oleh Proklamasi Kemerdekaan, para perwira dan prajurit eks PETA ini bergabung di wilayah masing-masing. Mereka kemudian memimpin sejumlah aksi merebut senjata dari tentara Jepang. Murid kini harus berhadapan dengan guru mereka sendiri. Senjata-senjata itulah yang kelak dipakai untuk melawan Inggris dan Belanda yang berniat menjajah Indonesia kembali.
-
Mengapa Jepang membubarkan PETA di Indonesia? Niat Jepang tak terlaksana. Mereka keburu bertekuk lutut pada pasukan sekutu usai Nagasaki dan Hirosima dibom atom. Jepang menyerah tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945.Balatentara Jepang kemudian membubarkan PETA di Indonesia. Senjata mereka diambil, dan para prajuritnya dibubarkan begitu saja.
-
Kenapa PETA memberontak di Blitar? Faktor-faktor yang memicu pemberontakan ini antara lain ketidakpuasan terhadap kebijakan pendudukan Jepang yang semakin menyulitkan rakyat, serta semangat nasionalisme untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
-
Kapan Jepang menyerah dan membubarkan PETA? Niat Jepang tak terlaksana. Mereka keburu bertekuk lutut pada pasukan sekutu usai Nagasaki dan Hirosima dibom atom. Jepang menyerah tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945.Balatentara Jepang kemudian membubarkan PETA di Indonesia. Senjata mereka diambil, dan para prajuritnya dibubarkan begitu saja.
-
Kapan pemberontakan PETA di Blitar terjadi? Pemberontakan PETA di Blitar terjadi pada 14 Februari 1945.