Pelarangan Mudik, Upaya Pemerintah Agar Masyarakat Tak Terlena Seperti India
Endang mengimbau, ormas, tokoh agama, tokoh masyarakat dan semua elemen harus membantu pemerintah untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya protokol kesehatan dan larangan mudik untuk mengurangi pergerakan orang yang menjadi penyebab utama penyebaran Covid-19.
Sejumlah negara di Eropa tengah menghadapi gelombang ketiga pandemi Covid-19. Di Asia, lonjakan tertinggi terjadi di India. Dalam sebulan terakhir India dilanda kenaikan kasus yang cukup tinggi. Hampir seminggu berturut-turut, angkanya menembus rekor 200 ribuan kasus per hari.
Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy, Endang Tirtana mengatakan, India terlalu cepat berpuas diri, seiring mulai dilakukannya vaksinasi dan turunnya penularan virus pada Februari 2021 lalu. Masyarakat pun bersikap abai, membuat protokol kesehatan menjadi kendor. Masker dilupakan dan aktivitas kembali 'normal' seperti seolah-olah virus sudah hilang.
-
Kapan puncak arus mudik diperkirakan terjadi? "Kemudian dari data yang kami dapatkan sampai sejauh ini puncak arus mudik diperkirakan akan terjadi pada H-4 Lebaran, ada sekitar 125 ribu penumpang kereta api saat ini yang sudah membeli di H-4 tersebut," katanya seperti dilansir dari Antara.
-
Kapan Gunawan tertinggal rombongan mudik? Di tengah perjalanan, Senin (8/4) sekira pukul 02.00 WIB saat sopir istirahat, ia pergi ke toilet. Namun saat kembali, mobil yang ditumpanginya sudah pergi.
-
Mengapa arus mudik di Pelabuhan Merak mengalami peningkatan? Lisye menyebut pemudik yang meninggalkan Jabodetabek mengarah ke Merak telah mengalami peningkatan sebesar 2,35% dari lalin normal.
-
Kapan biasanya orang-orang mudik? Mudik merupakan tradisi pulang kampung yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia menjelang Hari Lebaran.
-
Kenapa Gunawan tertinggal rombongan saat mudik? Gunawan (55) itu hendak mudik ke Tangerang dari Ciamis bersama keluarganya menggunakan mobil. Di tengah perjalanan, Senin (8/4) sekira pukul 02.00 WIB saat sopir istirahat, ia pergi ke toilet. Namun saat kembali, mobil yang ditumpanginya sudah pergi.
Pemerintah melonggarkan pembatasan sosial dan mengizinkan kegiatan-kegiatan yang bersifat pengumpulan massa. Pemilu lokal digelar di 5 negara bagian, diikuti 186 juta pemilih, dan bisa berlangsung hingga 8 tahap. Kampanye juga digelar tanpa mengindahkan protokol kesehatan.
Selain kegiatan politik, dia mengungkapkan, kerumunan juga terjadi lewat ajang olahraga. Dua pertandingan kriket internasional antara India melawan Inggris digelar di stadion Gujarat yang dihadiri lebih dari 130 ribu penonton, sebagian besar tidak menggunakan masker.
"Yang lebih ekstrem, festival keagamaan Kumbh Mela yang berlangsung di utara kota Haridwar, dikunjungi oleh 5 juta peziarah Hindu yang datang dari berbagai daerah. Ribuan orang teruji positif usai mengikuti ritual berendam di Sungai Gangga yang padat dan banyak tidak mengenakan masker," katanya kepada merdeka.com, Jumat (23/4).
Endang mengungkapkan, India terlena, dan dampaknya pun sangat fatal. Penularan virus bergerak cepat melebihi periode sebelumnya. Sebelumnya tren penularan telah melandai berbentuk seperti bukit atau gunung, kini kembali naik tajam membentuk kerucut yang meruncing.
Dalam dua bulan kasus Covid-19 di India melonjak hingga 13 kali lipat. Hari-hari ini penularan tampaknya mulai memecahkan rekor terburuk. Keganasan gelombang kedua ini didorong pengabaian protokol kesehatan di negara anak benua Asia tersebut.
Di negara-negara tetangga Asia Tenggara, kenaikan kasus juga terjadi di Filipina, Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Sementara itu di Timor Leste dan Papua Nugini yang semula tampak bisa terkendali, kini tengah berjuang dengan kenaikan tajam kasus Covid-19 di tengah sumber daya yang terbatas.
"Kita harus belajar dari negara-negara tersebut, khususnya India. Jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama. Dalam waktu dekat tradisi Mudik Lebaran berpotensi memicu penularan Covid-19 seperti yang terjadi setiap libur panjang," ungkap Endang.
Dia mengingatkan, mudik harus ditunda dulu tahun ini. Pemerintah diminta bersikap tegas dan masyarakat perlu mematuhi larangan mudik, jangan sampai membawa virus dan menyebarkan kepada keluarga tercinta di kampung halaman yang fasilitas kesehatannya lebih terbatas.
"Kesiapan struktur kesehatan belum cukup memadai jika terjadi lonjakan kasus yang ekstrem seperti di India. Pemerintah daerah harus menjadi ujung tombak penegakan larangan mudik di daerahnya. Jika ada kepala daerah yang tidak bersedia menjalankan kebijakan larangan mudik, maka harus diberi sanksi tegas," terangnya.
Selain itu, Endang menambahkan, pemerintah harus tetap mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan secara ketat. Masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa kebijakan ini untuk melindungi setiap warga dan menyelamatkan Indonesia dari krisis akibat dampak pandemi.
Dia mengimbau, ormas, tokoh agama, tokoh masyarakat dan semua elemen harus membantu pemerintah untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya protokol kesehatan dan larangan mudik untuk mengurangi pergerakan orang yang menjadi penyebab utama penyebaran Covid-19.
"Ini memang bukan hal yang menyenangkan, namun bila kita tidak jalani maka hal yang lebih buruk akan datang. Tren turunnya kurva penularan Covid-19 mesti dipertahankan. Jangan sampai kemajuan yg sudah kita capai mengalami kemunduran," katanya.
"Jika tidak, semua itu akan merusak rencana yang telah ditetapkan pemerintah untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan dampaknya secara sosial-ekonomi. Semoga Indonesia bisa segera melalui masa-masa yang sulit ini," tutup Endang.
Baca juga:
Larangan mudik, Operator Kapal di Pelabuhan Tanjung Emas Tak Melakukan Kegiatan
Tanggapan Organda soal Kebijakan Pemerintah Perketat Syarat Perjalanan
PT KAI Masih Tunggu Aturan Teknis Pengetatan Syarat Perjalanan
Istana Sebut Pengetatan Mudik Lebaran 2021 Belajar dari Kasus Covid-19 di India
Ketua DPRD DKI Usul SPBU Ditutup Cegah Pemudik Nekat
Polda Jateng Tetap Mengacu Larangan Mudik Mulai 6 Mei, Saat Ini Masih Sosialisasi