Pemberlakuan ambang batas capres dinilai tak adil buat parpol baru
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi menilai, semua partai politik memiliki hak yang sama dalam mengajukan calon presidennya di Pemilu 2019. Karena itu, ketentuan ambang batas capres sudah tidak diperlukan.
Rancangan ambang batas pengajuan calon presiden dan wakil presiden yang sedang digodok oleh Pansus RUU Pemilu menuai tanggapan dari berbagai pihak.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi menilai, semua partai politik memiliki hak yang sama dalam mengajukan calon presidennya di Pemilu 2019. Karena itu, ketentuan ambang batas capres sudah tidak diperlukan.
"Maka ketentuan itu menurut kami tidak harus ada. Jika diberlakukan itu tidak akan adil bagi partai baru," ujarnya dalam diskusi yang diadakan di gedung Bawaslu Jakarta, Senin (8/5).
Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Menurut Titi, meski dibuat ambang batas 0 persen sekalipun tetap akan ada threshold. Threshold yang dimaksud olehnya adalah pasal 6 A tahun 1945.
"Hanya boleh pasangan presiden diajukan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu, itu sudah threshold sudah sebagai syarat," katanya.
Dia menambahkan, seorang calon presiden harus memenuhi syarat yang ada di dalam undang-undang sehingga partai tidak akan dengan mudah mengusung calon presiden. Di luar itu, partai yang tidak memiliki figur kuat juga dinilainya tidak akan memaksakan diri untuk mengusung calon presiden dari partainya.
Titi memperkirakan bahwa partai yang tidak memiliki figur yang kuat akan bergabung dengan gerbong koalisi yang memiliki figur kuat. Partai akan secara rasional berhitung tentang keterpilihan calonnya dan memperhitungkan bangunan koalisi yang akan terbentuk.
"Partai juga akan berhitung jika tidak punya figur yang kuat. Secara alamiah koalisi akan terbentuk," tuturnya.
Sebelumnya, anggota Pansus RUU Pemilu Ace Hasan Syadzily menginformasikan pemetaan sikap fraksi partai di DPR terkait ambang batas pencalonan Presiden. Ace mengatakan empat partai, yakni Golkar, NasDem, PKS dan PDIP mempertahankan ambang batas pencalonan presiden pada Pemilu 2019 sebesar 20 persen dari total kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara nasional.
Sementara, empat fraksi yakni PAN, Hanura, Demokrat dan Gerindra ingin angka ambang batas pencalonan presiden sekitar 0 persen. Kemudian, untuk PKB menginginkan agar PKB angka presidential threshold cukup mengikuti parlementary threshold yaitu sekitar 3 persen. PPP sendiri, Ace mengaku belum mengetahui sikap dari partai berlambang ka'bah itu.
"Pemantauan terakhir, presidensial 0 persen Gerindra, Hanura, Demokrat dan PAN. Yang menginginkan parlementary threshold PKB. Sementara angka 25 persen jumlah suara dari Pileg 2014 Golkar, PDIP, Nasdem, PKS," kata Ace di Resto Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/5).
Wasekjen Partai Golkar ini menyebut alasan partainya tetap konsisten mendukung ambang batas sebesar 20 persen karena ingin presiden mendapat dukungan total dari koalisi partai politik. Sekaligus memperkuat sistem presidensial.
"Salah satu gol dalam konteks penataan kelembagaan bagaimana ingin memperkuat presidensialisme ini. Perlu ada enginering politik memang haus diarahkan kita sebuah bangsa sebuah sistem pemerintahan murni melakukan presidensialisme," klaimnya.
Dengan angka ambang batas sebesar 20 persen dari total kursi di DPR, Golkar ingin jumlah calon presiden di Pilpres 2019 dibatasi. Hal ini bertujuan agar konfigurasi dukungan dari partai-partai kepada presiden menjadi kuat di parlemen.
"Kita memandang penting efektivitas Pemerintah bisa dilakukan sejak awal konfigurasi dukungan di parlemen kuat. Sejak awal konfigurasi sudah terbentuk di Pilpres," tegasnya.