Pemeriksaan tersangka korupsi, KPK bisa minta bantuan IDI
Pada 2011 telah ada penandatanganan kerjasama antara IDI dan KPK. Perjanjian itu bisa dijadikan instrumen oleh KPK. Demikian disampaikan perwakilan IDI, Priyo Sidi Pratomo dalam diskusi publik 'KPK vs Setnov; Membuka Kotak Pandora' di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/10).
Para tersangka korupsi yang ditangani KPK kerap mangkir dari panggilan karena alasan sakit. Untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan memang benar sakit, KPK juga bisa meminta bantuan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk memastikan penyakit apa yang diderita tersangka korupsi.
Pada 2011 telah ada penandatanganan kerjasama antara IDI dan KPK. Perjanjian itu bisa dijadikan instrumen oleh KPK. Demikian disampaikan perwakilan IDI, Priyo Sidi Pratomo dalam diskusi publik 'KPK vs Setnov; Membuka Kotak Pandora' di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/10).
Menurut Priyo, perjanjian itu hingga saat ini masih berlaku. "Perjanjian kerjasama itu masih berjalan dan diperbarui setelah periode Pak Abraham Samad. Dan saya kira KPK pakai saja itu untuk memback up aspek yang berkaitan dengan kesehatan " jelasnya.
Dalam kasus Setnov yang selama ini disebut memiliki banyak penyakit sehingga selalu mangkir dari pemeriksaan, Priyo mengatakan harusnya KPK mencari pendapat kedua atau second opinion. Namun selama ini KPK belum melangkah ke arah sana dengan bersurat kepada IDI.
"Kalau KPK membuat surat mohon penilaian second opinion pasti IDI akan merespons," ujarnya.
Keterangan yang dikeluarkan IDI memiliki kekuatan lebih besar dibanding surat keterangan dokter dari rumah sakit yang dapat dijadikan dasar bagi KPK dalam melaksanakan pemeriksaan. Sepanjang digunakan di dalam wilayah Indonesia.
"Ini juga sudah kita sampaikan ke KPK bahwa yang harus dipegang adalah yang disampaikan oleh IDI. Karena IDI merupakan organisasi induk dari seluruh dokter," jelasnya.
"Yang kedua IDI bersifat imparsial dan hanya bersandar pada profesionalisme," tambah Priyo.