Pemerintah Diminta Tiru India Terkait Harga Tes PCR
Harga PCR dinilai masih akan membebani masyarakat. Apalagi ada wacana tes PCR menjadi syarat wajib untuk seluruh moda transportasi.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher menilai harga tes PCR yang diturunkan menjadi Rp300 ribu masih terbilang mahal. Apalagi dibandingkan dengan India yang menetapkan harga PCR di bawah Rp100 ribu.
"Harga Rp300 ribu itu masih tinggi dan memberatkan. Jika tidak ada kepentingan bisnis, harusnya bisa lebih murah lagi. India mematok harga di bawah Rp100 ribu, kenapa kita tidak bisa?" ujar Netty dalam keterangannya, Rabu (27/10).
-
Bagaimana cara mengambil sampel untuk tes DNA? Pada umumnya, tes DNA dilakukan dengan cara mengambil sampel darah maupun jaringan tubuh seperti rambut atau kulit.
-
Apa saja manfaat dari tes DNA? Tes DNA sebenarnya tidak hanya bermanfaat sebagai itu saja. Tes DNA juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit tertentu.
-
Kenapa penting untuk melakukan tes DNA? Oleh karena itu, penting untuk melakukan tes DNA agar bisa mengetahui struktur genetik dalam tubuh seseorang. Selain itu juga bisa mendeteksi kelainan genetik.
-
Apa yang diukur oleh tes IQ? Tes IQ sendiri sebenarnya mengukur berbagai keterampilan kognitif seperti logika, penalaran, pemecahan masalah, dan kemampuan memahami informasi.
-
Kapan tes DNA praimplantasi dilakukan? Tes DNA bisa dilakukan oleh pasangan suami istri yang sedang merencanakan kehamilan melalui program bayi tabung.
-
Siapa yang melakukan analisis DNA purba pada sisa-sisa manusia di Tell Qarassa? "Dengan tujuan memeriksa komunitas pertanian paling awal di wilayah tersebut, kami melakukan analisis DNA purba pada sisa-sisa 14 individu," kata ahli arkeogenetik Cristina Valdiosera dari Universitas Burgos, Spanyol, yang memelopori penelitian ini.
Menurut Netty, harga PCR ini masih akan membebani masyarakat. Apalagi ada wacana tes PCR menjadi syarat wajib untuk seluruh moda transportasi.
"Kalau kebijakan ini diterapkan, maka tes Covid-19 lainnya, seperti, swab antigen tidak berlaku. Artinya semua penumpang transportasi non-udara yang notabene-nya dari kalangan menengah ke bawah wajib menggunakan PCR. Ini namanya membebani rakyat," kata Netty.
Ia juga menyoroti mekanisme PCR sebagai screening. Seharusnya sebelum hasil tes keluar harus menjalani karantina karena banyak kasus terjadi saat masa tunggu itu. Dalam kondisi itu, kata Netty, ada peluang seseorang terpapar virus.
"Jadi saat tes keluar dengan hasil negatif, padahal dia telah terinfeksi atau positif Covid-19," ujarnya.
Netty mengingatkan pemerintah masalah keterbatasan kemampuan lab melakukan uji PCR dan pemalsuan surat tes Covid-19. Apabila tes PCR menjadi syarat wajib moda transportasi.
"Jika pemerintah mewajibkan PCR, seharusnya perhatikan ketersediaan dan kesiapan lab di lapangan. Jangan sampai masyarakat lagi yang dirugikan. Misalnya, hasilnya tidak bisa keluar 1X24 jam. Belum lagi soal adanya pemalsuan surat PCR yang diperjualbelikan atau diakali karena situasi terdesak," kata Netty.
Oleh karena itu, Netty mendorong pemerintah agar menjelaskan harga dasar PCR secara transparan. Harga tes PCR sejak tahun lalu selalu turun dan berubah-ubah.
"Kejadian ini membuat masyarakat bertanya-tanya, berapa sebenarnya harga dasar PCR? Pada awalnya test PCR sempat di atas Rp1 juta, lalu turun hingga Rp300 ribu. Apalagi pemerintah tidak menjelaskan mekanisme penurunannya; apakah ada subsidi dari pemerintah atau bagaimana?" katanya.
"Saya berharap, pandemi Covid-19 ini tidak menjadi ruang bagi pihak-pihak yang memanfaatkannya demi kepentingan bisnis. Pemerintah harus punya sikap yang tegas bahwa seluruh kebijakan penanganan murni demi keselamatan rakyat," jelas Netty.
Netty pun mempertanyakan relevansi program vaksinasi dengan pengambilan kebijakan mewajibkan PCR. Menurutnya jika di daerah vaksinasi tinggi kebijakannya bukan mewajibkan PCR.
"Pemerintah menggencarkan vaksinasi agar terbentuk kekebalan komunitas. Seharusnya tingginya angka vaksinasi jadi dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan. Jika di suatu daerah angka vaksinasi tinggi, kekebalan komunitas mulai terbentuk, tentu kebijakannya bukan lagi mewajibkan PCR yang berbiaya tinggi," katanya.
Pemerintah Klaim Tarif PCR Rp300 Ribu Paling Murah di Dunia
Presiden Joko Widodo meminta tarif tes Polymerase Chain Reaction (PCR) diturunkan menjadi Rp300.000. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tarif tersebut paling murah jika dibandingkan dengan harga tes PCR di dunia.
“Harga PCR yang ditentukan Presiden kemarin itu sudah 10 persen paling bawah, paling murah dibandingkan tes PCR di seluruh dunia, di airport-airport,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (26/10).
Mayoritas tarif tes PCR di dunia di atas Rp300.000. Namun, India mencatat tarif tes PCR terendah di dunia yakni hanya Rp160.000.
Rendahnya tarif tes PCR di India karena negara tersebut bisa memproduksi alat kesehatan sendiri. Berbeda dengan Indonesia yang masih bergantung pada alat kesehatan import.
“Memang India negara yang paling murah untuk semua selain China karena memang mereka punya produksi dalam negeri,” jelasnya.
Budi memastikan, pemerintah tidak akan memberikan subdisi tes PCR. Sebab, tarif PCR yang diputuskan Kepala Negara sudah sangat terjangkau.
“Pemerintah tidak akan merencanakan subsidi karena memang kalau kita lihat harganya apalagi sudah diturunkan itu sudah cukup murah,” ucapnya.
Baca juga:
Tarif Tes PCR di Lion Air, Citilink Hingga Garuda Indonesia, Ada yang Rp250.000
14 TKI yang Dideportasi dari Sabah ke Nunukan Positif Covid-19
Antigen dan PCR Tidak Efektif untuk Syarat Perjalanan, Ini Penjelasan Pakar UGM
Menkes Klaim Tarif PCR Rp300 Ribu Paling Murah di Dunia
Menkes: Pemerintah Tidak Subsidi untuk Turunkan Tarif PCR
DPR sebut Penurunan Harga PCR Belum Selesaikan Masalah Syarat Naik Pesawat