Pemerintah RI cuma protes, hacker lawan penyadapan AS-Australia
Tindakan para hacker justru lebih berani ketimbang diplomasi yang dilakukan pemerintah RI.
Isu penyadapan yang dilakukan intelijen Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap Indonesia belakangan marak menjadi perbincangan publik. Kabar itu terkuak dari pengakuan mantan kontraktor Agensi Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat, Edward Snowden.
Dalam surat kabar Australia, Sydney Morning Herald beberapa waktu lalu, Snowden mengakui AS melakukan penyadapan serta memonitor jaringan komunikasi dari fasilitas pengawasan elektronik di Kedubes dan Konsulat AS di seluruh Asia Tenggara dan Timur, termasuk di Jakarta.
Hal itu tentu saja mendapat reaksi keras dari publik Tanah Air. Umumnya publik mendesak pemerintah bersikap tegas atas penyadapan yang dilakukan AS dan Australia.
"Kita perlu protes keras, kita sebagai negara yang berdaulat seharusnya kita punya sikap," kata Ketua DPR Marzuki Alie, di Gedung Merdeka, Bandung, Jumat (8/11).
Senada dengan Marzuki, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hajriyanto Y. Thohari, menyatakan Indonesia harus memberi pelajaran kepada pemerintah Amerika Serikat.
"Tidak selayaknya kedubes negara asing, apalagi AS, yang bersahabat baik dengan RI melakukan hal-hal yang tidak terpuji itu," kata Hajriyanto melalui pesan singkat, Kamis (31/10).
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri melancarkan protes keras terhadap penyadapan tersebut. Marty mengaku sudah mengonfirmasi langsung pemberitaan tersebut kepada perwakilan Kedutaan AS di Jakarta.
"Indonesia tidak dapat menerima dan mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta," kata Menteri Luar Negeri, Marty M. Natalegawa, menanggapi pemberitaan di surat kabar harian Sydney Morning Herald dalam rilis yang diterima merdeka.com, Rabu (30/10).
Menurutnya, jika informasi ini benar, maka Amerika Serikat telah melanggar hukum serta melanggar etika diplomatik. Pihaknya mengaku akan memanggil Dubes Australia untuk dimintai keterangan soal isu penyadapan tersebut.
Berbeda dengan pemerintah, para hacker asal Indonesia justru langsung bereaksi keras dengan menggempur habis-habisan situs penting pemerintah Australia, di antaranya situs intelijen. Akibatnya, situs-situs seperti Australian Intelligence Service yang beralamat di www.asis.gov.au tidak bisa dibuka dan down 100 persen hanya dalam hitungan jam saja tadi malam.
Serangan terhadap situs penting Australia diprediksi masih akan berlanjut hari ini. Serangan hacker Indonesia ini ternyata justru mendapat dukungan dari para hacker asal Australia. Padahal sebelumnya diprediksi akan terjadi cyber war antara keduanya.
"Namun, hacker Australia justru membantu Indonesia untuk menyerang website pemerintahan australia, karena mereka sendiri juga merasa kalau tindakan itu (penyadapan) tidak baik, dan itu termasuk mencuri data atau informasi negara lain," kata seorang penggiat Anonymous Indonesia dengan akun twitter @valdiapr kepada merdeka.com, Sabtu (8/11).
Menurut dia, hacker Australia juga menyarankan agar serangan tidak dilakukan secara acak dan hanya menyasar situs pemerintahan. Hacker Australia bahkan memberikan masukan situs-situs mana yang layak diserang, di antaranya situs intelijen Australia di Asio.gov.au.
Jika pemerintah baru memprotes keras, para peretas Tanah Air justru telah bertindak.