Penanganan Pelanggaran Pilkada 2020 Meningkat, Bawaslu Harap Pelapor Dilindungi
Pilkada 2018 diketahui dilaksanakan di 171 daerah pada 17 provinsi di 115 kabupaten dan 39 kota. Sementara Pilkada 2020 dilaksanakan di 270 daerah untuk 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat tingkat penanganan pelanggaran Pilkada serentak 2020 kendati jumlah dugaan pelanggaran menurun dibandingkan Pilkada serentak 2018. Oleh sebab itu, Bawaslu meminta agar para pelapor diberikan perlindungan.
Pilkada 2018 diketahui dilaksanakan di 171 daerah pada 17 provinsi di 115 kabupaten dan 39 kota. Sementara Pilkada 2020 dilaksanakan di 270 daerah untuk 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
"Sehingga perlu memberikan perlindungan kepada pelapor yang mungkin mendapatkan ancaman teror dari pihak terlapor," kata Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo dalam keterangan tertulis, Minggu (27/12).
Dewi mengatakan, ada kesamaan bentuk pelanggaran di Pilkada serentak 2018 dan 2020. Pelanggaran ditemukan itu seperti pemasangan alat peraga kampanye (APK) tak sesuai prosedur yang masih mendominasi pelanggaran administrasi.
Menurut dia, tidak hanya pelanggaran APK tak sesuai prosedur. Dewi mengungkapkan, keberpihakan penyelenggara ad hoc juga masih mendominasi pelanggaran kode etik, keberpihakan kepala desa mendominasi tindak pidana pemilihan, dan ASN (Aparatur Sipil Negara) memposting keberpihakannya di media sosial.
Dia berharap jajaran Bawaslu bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat yang akan memberikan laporan dugaan pelanggaran administrasi maupun pidana pemilihan. Dewi mengakui butuh kerja keras meningkatkan partisipasi masyarakat agar bersedia melaporkan jika ada pelanggaran pemilihan.
"Masyarakat dihantui ketakutan dan risiko mendapat tekanan, bahkan ancaman teror dari pihak yang dilaporkan. Bawaslu harus bisa pasang badan untuk para pelapor," ujar dia.
Dia menambahkan, jajaran Bawaslu salah satunya bisa melalui pusat pendidikan pengawasan partisipatif tahun 2021 sebagai cara membentuk karakter pengawasan partisipatif yang terampil dan berintegritas. Dia berharap bekal pengalaman menggelar SKPP jajaran struktural Bawaslu dalam kurun waktu dua tahun terakhir bisa menghadirkan berbagai inovasi ke depan.
"Mudah-mudahan ini (SKPP tahun 2021) bisa berjalan mulus. Mulai dukungan anggaran, dorongan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan dari Komisi 2 DPR akan terus kita dapatkan," kata Dewi.
Baca juga:
26 Warga tolak pembangunan bandara golput di Pilkada Kulon Progo
Anggota Linmas cantik ini sukses curi perhatian di Pilkada Cilacap
Calon petahana Pilkada Kulon Progo menang telak versi hitung cepat
Bawa undangan pencoblosan bukan miliknya, 40 warga diperiksa polisi
Anak Cawabup Jayapura ditangkap diduga terkait politik uang