Pengambilan Paksa Jenazah Covid-19 dan Waspada Ancaman Pidana
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Ibrahim Tompo, menegaskan ulah warga tersebut termasuk melanggar pidana. Menurut Ibrahim, pihaknya akan mengusut kasus tersebut. Sebab, upaya penanganan penyebaran virus Corona masih menjadi langkah ekstra keras yang dilakukan seluruh elemen masyarakat.
Pemerintah mengeluarkan prosedur tetap terkait pemulasaran terhadap jenazah pasien Covid-19. Aturan ini dibuat untuk menghindari kemungkinan keluarga atau pihak lainnya terpapar virus yang menyerang sistem pernapasan ini.
Ketika seorang pasien Covid-19 dinyatakan meninggal dunia, maka proses pemakamannya diambil alih petugas gugus yang telah ditentukan di daerah masing-masing. Pada jenazah akan diberlakukan pemulasaran yang telah ditetapkan mulai dari rumah sakit, hingga di pemakaman.
-
Apa yang sedang viral di Makassar? Viral Masjid Dijual di Makassar, Ini Penjelasan Camat dan Imam Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Bagaimana polisi menangani kasus narkoba di Makassar? Doli mengaku, menjelang tahun baru 2024 pihaknya telah melakukan pemetaan terhadap lokasi atau titik rawan peredaran narkotika di Makassar."Tentunya kita sudah mulai melaksanakan operasi dan gencar-gencar kita gelar razia di tempat-tempat yang sudah kita mapping di Makassar raya, dan di tempat hiburan juga kita gelar jelang tahun baru," terang Doli.
-
Bagaimana peningkatan kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Peningkatan kasus Covis-19 di DKI Jakarta aman dan sangat terkendali. Tidak ada kenaikan bermakna angka perawatan rumah sakit juga.
Tetapi tidak semua masyarakat bisa memahami aturan itu. Dua insiden membawa paksa jenazah pasien Covid-19 terjadi di Makassar.
Peristiwa pertama terjadi di Rumah Sakit (RS) Dadi, Jalan Lanto Daeng Pasewang, Makassar.
Pasien berjenis kelamin laki-laki warga Makassar itu adalah rujukan dari RS Akademis yang dirawat sejak, Senin (1/6) . Dia telah dinyatakan sebagai pasien dengan pengawasan (PDP) Corona hingga harus dirujuk.
Setelah masuk ruang Intensive Care Unit (ICU) RS Dadi, pada Rabu siang, (3/6) sekitar pukul 15.00 Wita, pasien tersebut meninggal dunia.
"Belum sempat datang tim covid untuk melakukan pemulasaran jenazah, tiba-tiba datang massa dari keluarga pasien. Berkumpul di depan ruangan dan beberapa di antara mereka menyerobot masuk ke ruang ICU, mengambil jenazah, membawanya pergi," kata Humas RS Dadi Makassar Yunus Acong.
Peristiwa itu sempat terekam dan videonya beredar di media sosial. Seperti dalam video yang beredar, kata Yunus, tidak terlihat petugas menahan tindakan keluarga pasien karena protap di ruang ICU tidak dijaga banyak petugas.
Namun, di depan pintu ruangan, beberapa sekuriti dan petugas kesehatan lainnya sempat berusaha menahan. Petugas tidak bisa menahan karena jumlah keluarga pasien lebih banyak.
"Tim covid lambat tiba karena melayani pasien lain yang juga meninggal dunia. Tim covid baru tiba setelah massa yang membopong jenazah itu berada di pinggir jalan depan jalan masuk RS. Mereka tidak bisa berbuat banyak," tandas dia.
Peristiwa serupa kembali terulang di Rumah Sakit Stella Maris Makassar pada Minggu (7/6) malam kemarin. Walaupun sudah dihalangi petugas TNI, warga tak kalah banyak tetap membawa pergi jenazah perempuan inisial K (53) menggunakan keranda milik rumah sakit.
Direktur RS Stella Maris, dr Lusia Nuhuhita, saat dikonfirmasi, Senin, (8/6) menjelaskan, kronologi peristiwa pada Minggu (7/6) malam kemarin. Pasien K masuk rumah sakit pada Minggu pagi pukul 08.45 Wita dengan keluhan demam, sesak napas dan batuk. Kondisi itu sudah dialami sepekan dan setelah melalui pemeriksaan lengkap mengarah ke Covid-19 dan akhirnya ditetapkan sebagai PDP.
"Pasien ditetapkan PDP, kemudian dipindahkan dari UGD ke ruang isolasi," kata dr Lusia.
Pasien K kemudian meninggal malam harinya pukul 19.30 Wita. Pihak rumah sakit langsung berkoordinasi dengan petugas gugus tugas penanganan Covid-19.
"Saat petugas gugus dalam perjalanan menuju rumah sakit, jenazah dibawa turun dari ruang isolasi. Tapi tiba-tiba datang banyak orang dalam jumlah banyak dan merebut jenazah. Sempat dihalangi tentara tapi jumlah orang yang datang itu lebih banyak. Jenazah akhirnya dibawa pergi," sambung dr Lusia.
Menurutnya, suami dan anak pasien yang meninggal dunia tampak menerima kondisi pasien dan tidak terjadi gejolak apa-apa. Dia mengaku heran, tiba-tiba ada massa datang.
"Hari ini sudah keluar hasil pemeriksaan swab pasien bersangkutan dan hasilnya positif PDP. Dengan demikian keluarganya itu bisa ODP," kata dr Lusia lagi.
Ditambahkan Dandim 1408/BS Makassar, Kolonel Inf Andrianto, keberadaan personel TNI di rumah sakit untuk membantu mengamankan agar proses atau protokol dapat dilaksanakan dengan baik. Tetapi tetap mengedepankan faktor kemanusiaan.
"Jika kita melihat ada kemungkinan bentrok lebih besar, otomatis kita tidak akan memaksakan itu terjadi. Kita selalu dorong edukasi kepada masyarakat," jelasnya.
Setelah jenazah dibawa pergi, kata Andrianto, Danramil, Babinsa, Bhabinkamtibmas, camat dan lurah mendatangi lagi rumah pasien dan dilakukan edukasi dan minta ke keluarganya agar jenazah dikembalikan untuk dimakamkan sesuai standar covid-19.
Sayangnya, keluarga itu menolak dan bersikeras. Kabar terakhir, jenazah tersebut telah dimakamkan kemarin siang di tempat pemakaman Dadi di Jl Lanto Daeng Pasewang.
Bisa Diproses Pidana
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Ibrahim Tompo, membenarkan peristiwa itu. Dia mengatakan, kejadian itu terekam pada Minggu 7 Juni 2020 malam.
"Kita prihatin dengan hal tersebut, karena pemahaman masyarakat akan penyebaran Covid ini bisa berdampak penyebaran ke masyarakat yang lain," tutur Ibrahim saat dikonfirmasi, Senin (8/6).
Ibrahim menyayangkan tindakan warga yang juga mengabadikan upaya pengamanan dari aparat TNI Polri saat kejadian malam itu. Padahal, jenazah PDP Corona memang perlu pengawasan lebih demi keamanan bersama.
"Dan seharusnya juga dipahami bahwa prosedur itu untuk melindungi masyarakat yang lebih luas atau kepentingan bersama masyarakat," jelas dia.
Mengacu pada dua peristiwa itu, Ibrahim mengatakan ulah warga tersebut termasuk melanggar pidana.
"Itu pidana," tutur Ibrahim.
Menurut Ibrahim, pihaknya akan mengusut kasus tersebut. Sebab, upaya penanganan penyebaran virus Corona masih menjadi langkah ekstra keras yang dilakukan seluruh elemen masyarakat.
"Akan kita proses. Apalagi ini berdampak kepada masyarakat," jelas dia.
Ibrahim mengaku prihatin dengan aksi warga yang malah terkesan tidak memedulikan keselamatan masyarakat lainnya.
"Seharusnya juga dipahami bahwa prosedur itu untuk melindungi masyarakat yang lebih luas atau kepentingan bersama masyarakat," kata Ibrahim menandaskan.
Petugas Keamanan Harus Bantu Cegah
Terpisah, Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), Mahesa Paranadipa, menyarankan petugas keamanan harus benar-benar memberikan bantuan pada rumah sakit jika terjadi kondisi semacam ini di lapangan.
"Jadi walau terkait hukumnya pasien dilindungi pada Pasal 56 Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Tetapi itu tidak berlaku jika pada kondisi wabah, seperti pandemi Covid-19 saat ini," ujar Mahesa kepada merdeka.com, Senin (8/6).
Dia menjelaskan, walaupun dalam Pasal 56 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
"Namun, pada ayat (2) disebutkan Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada kondisi, (a) penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas, (b) keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri atau (c) gangguan mental berat," paparnya.
Oleh karena itu, dia menegaskan bagi penderita penyakit wabah yang disebutkan dalam UU tentang Kesehatan, telah hilang haknya untuk menolak tindakan dari rumah sakit. Karena dapat membahayakan kepentingan umum atau khalayak ramai
Bahkan, Mahesa menegaskan jika langkah pengambilan paksa jenazah yang dilakukan oleh keluarga dapat dikenakan hukuman pidana. Seperti yang tertera pada Pasal 5 Undang-Undang No 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman 1 (satu) tahun penjara, atau denda hingga 100 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang No 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan.
"Bahkan penolakan pasien atau keluarga yang dapat membahayakan orang lain dapat dijatuhkan sanksi pidana. Sanksi pidana bagi siapapun yang menghalangi atau membahayakan proses penanggulangan wabah dapat dikenakan sanksi pidana," tegasnya.
Oleh sebab itu, dia mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengedukasi soal penerapan aturan-aturan protokol kesehatan. Termasuk pihak RS yang pro aktif menjelaskan kepada keluarga pasien maupun jenazah.
(mdk/lia)