Pengemudi GO-JEK: Kalau dilarang keluarga gue makan apa?
"Enggak mikirin kita-kita (pengemudi ojek online) kali ya pemerintah. Dilarang, terus kita mau kerja apaan?" kata Topan.
Menteri Perhubungan Ignatius Jonan telah melarang pemanfaatan kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang dengan memungut bayaran.
Namun, pantauan merdeka.com, masih banyak pengemudi ojek berbasis online yang beroperasi di Jakarta. Salah satunya adalah pengemudi GO-JEK bernama Topan.
Pria berusia 31 tahun itu mengaku sudah mengetahui larangan ojek online beroperasi di jalan raya. Namun demikian, dirinya tidak mempedulikannya.
"Iya saya sudah tahu dari media. Gue sih enggak peduli. Kalau enggak ngojek, keluarga gue mau makan apa?" kata Topan saat ditemui merdeka.com di wilayah Jakarta Selatan, Jumat (18/12).
Menurutnya, pemerintah mengambil keputusan secara sepihak. Pemerintah, kata dia, tidak memikirkan nasib para pengemudi angkutan berbasis online.
"Enggak mikirin kita-kita (pengemudi ojek online) kali ya pemerintah. Dilarang, terus kita mau kerja apaan?" tandasnya.
"Padahal ojek online ini banyak peminatnya, yang kerja bisa cepat sampai, bisa nembus macet, ongkosnya murah. Kalau dilarang beroperasi, yang marah bukan cuma kita sebagai pengemudi ojek tapi juga para pelanggan ojek online itu," kata rekan Topan sesama GO-JEK, Anwar (41).
Sementara itu, salah seorang pelanggan ojek online, Yunita (27) mengaku keberatan dengan pelarangan tersebut. Alasannya, jasa transportasi mana lagi yang bisa diandalkan di Jakarta.
"Ojek online dilarang, saya pribadi sangat keberatan. Soalnya naik bus kan cuma sampai di terminal saja. Kalau ojek ini kan sampai mana saja bisa bahkan sampai depan kantor enggak masalah," kata Yunita yang berprofesi sebagai karyawan di daerah Sudirman, Jakarta.
Menhub Ignasius Jonan mengirimkan surat bernomor UM.302/1/21/Phh/2015 tertanggal 9 November 2015 kepada Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti dengan perihal Kendaraan Pribadi (Sepeda Motor, Mobil Penumpang, Mobil Barang) yang Digunakan Untuk Mengangkut Orang dan/atau Barang dengan Memungut Bayaran.
Dalam surat tersebut, Menhub meminta kepada Kapolri untuk mengambil langkah-langkah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait maraknya pemanfaatan kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang dengan memungut bayaran.
Menhub memang tidak secara spesifik menyebut ojek dalam surat tersebut, tetapi juga layanan mobil penumpang dan mobil barang berbasis aplikasi internet.
Menhub menyatakan pengaturan kendaraan bermotor bukan angkutan umum tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.