Pesan dari Mega Festival Indonesia Bertutur 2024 untuk Dunia
Acara ini melibatkan 900 seniman, baik dari dalam negeri maupun internasional.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi membuka Mega Festival Indonesia Bertutur (Intur) 2024. Acara ini melibatkan 900 seniman, baik dari dalam negeri maupun internasional.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid mengatakan, Indonesia Bertutur 2024 mengangkat kolaborasi seni tradisi Bali dengan teknologi.
- Mengenal Festival Bhumi Atsanti di Magelang, Kolaborasi Seniman Lintas Daerah Ajak Kepedulian Masyarakat Terhadap Isu Lingkungan
- Menlu Retno & Menkop Teten Masduki Hadiri WOW Indonesia Festival di AS, Pererat Hubungan Diplomatik
- Mengintip Karya Seni di Mega Festival Indonesia Bertutur 2024
- Pesan di Balik Mega Festival Indonesia Bertutur 2024 untuk Dunia
“Jadi ini festival yang basisnya adalah tradisi tapi juga di sini kita membuka dari sisi kebaruan baik dari sisi teknologi, ekspresi,” kata Hilmar usai pembukaan Indonesia Bertutur 2024 di Batubulan, Kabupaten Gianyar, Bali, Rabu (8/8) malam.
Tema Indonesia Bertutur kedua ini adalah ‘Subak: Harmoni dengan Pencipta, Alam, dan Sesama’. Indonesia Bertutur pertama digelar di Borobudur pada 2022 lalu.
Festival Indonesia Bertutur 2024 dilaksanakan selama 12 hari. Mulai tanggal 7 sampai 18 Agustus 2024. Event ini digelar di tiga lokasi berbeda di Bali, yakni Batubulan, Ubud, dan Nusa Dua.
Hilmar menyebut, Indonesia Bertutur kali ini mendatangkan seniman dari 15 negara di dunia. Ada dari kawasan Asia Tenggara, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa.
“Kita memberi kesempatan mereka untuk residensi tinggal untuk beberapa waktu di sini, belajar bersama masyarakat, mengenali ekspresi budaya yang ada nilai-nilai. Dari situ kemudian menghasilkan karya-karya baru gitu. Nanti akan ditampilkan di berbagai galeri yang tersebar di Ubud dan Batubulan,” ucap Hilmar.
Alasan Bali Jadi Lokasi Indonesia Bertutur 2024
Hilmar mengungkap alasan Kemendikbudristek memilih Bali sebagai lokasi pelaksanaan Indonesia Bertutur 2024. Dia menyebut, Bali memiliki Subak yang sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO sejak 29 Juni 2012.
“Jadi kita mengambil warisan dunia ini sebagai sumber inspirasinya,” jelas dia.
Menurut Hilmar, Subak memiliki simbol lingkungan sosial. Subak bermanfaat dalam mengatur tata air pada persawahan di Bali, yang mengalirkan air dari sumber mata air seperti sungai atau danau ke seluruh sawah-sawah secara merata. Sistem pengairan Subak dianggap sebagai irigasi yang adil, karena seluruh petani dan masyarakat Bali mendapatkan haknya atas air.
Pesan di Balik Indonesia Bertutur 2024
Hilmar mengungkapkan, ada dua pesan yang bisa disampaikan Indonesia kepada dunia lewat Indonesia Bertutur 2024. Pertama, tradisi bukan sekadar kisah masa lalu tapi bekal di masa mendatang. Kedua, menjaga lingkungan. Lewat tema Subak, Indonesia ingin menyampaikan ke dunia pentingnya menjaga lingkungan.
“Kita tahu hari ini lingkungan adalah soal yang sangat serius yang kita hadapi, krisis iklim, lingkungan. Kalau misalnya kita menengok pada kearifan lokal yang kita pilih itu penuh dengan pesan-pesan bagaimana pentingnya menjaga lingkungan,” ucapnya.
Pembukaan Indonesia Bertutur 2024 Tampilkan Tari 3 Genre
Pembukaan Indonesia Bertutur 2024 menampilkan Maha Wasundari yang menghadirkan tari Bali dari tiga genre yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia, yaitu Wali, Bebali, dan Balih-balihan.
Penanggung jawab artistik, I Putu Bagus Bang Sada Graha Saputra mengatakan, Maha Wasundari memuliakan lima unsur pembentuk kehidupan yaitu Panca Maha Bhuta. Lima unsur tersebut adalah pertiwi (tanah), apah (air), bayu (udara), teja (cahaya/api) dan akasa (ruang/ether) membentuk Bhuana Agung (semesta alam) dan Bhuana Alit (semesta kecil atau tubuh manusia).
“Jadi kalau pertunjukannya sendiri itu memang yang kami hadirkan bukan hanya sebatas pertunjukan tetapi juga bagaimana ritual itu juga hadir sebagaimana masyarakat Bali sendiri antara seni dan ritual enggak bisa dipisahkan,” kata dia.
Bang Sada menjelaskan, Maha Wasundari menampilkan tujuh sanggar seni. Awalnya, kata Bang Sada, pihaknya ingin menampilkan sembilan sanggar seni Bali. Jumlah itu menyesuaikan dengan sembilan kabupaten di Bali. Namun, karena keterbatasan waktu, terpaksa dipangkas menjadi tujuh.
“Akhirnya kami mengkurasi lagi. Jadi yang kami fokuskan itu berdasarkan tiga genre yang sudah diakui oleh UNESCO,” kata dosen di Institut Seni Indonesia Denpasar ini.