Mengenal Festival Bhumi Atsanti di Magelang, Kolaborasi Seniman Lintas Daerah Ajak Kepedulian Masyarakat Terhadap Isu Lingkungan
Tercatat ada 350 seniman dari 18 kelompok kesenian yang terlibat dalam acara itu.
Setiap individu atau kelompok punya cara masing-masing dalam mengekspresikan ide atau gagasan mereka. Para seniman asal Magelang dan daerah sekitarnya mengadakan acara Festival Bhumi Atsanti (FBA) pada 4-6 September 2024 di Dusun Bumisegoro, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur.
Festival tersebut mengangkat tema “Hayuning Roso” dengan menyesuaikan terhadap isu lingkungan, menggerakkan kepedulian terhadap lingkungan, terhadap bumi, sejalan dengan filosofi Jawa “memayu hayuning bawana” yang bermakna ikut mempercantik bumi.
-
Apa yang ditampilkan di Festival Kedawung Ngesti Luhung? Selain tari topeng, kesenian lokal lainnya yang ditampilkan adalah pembacaan puisi Kacirebonan, berbagai macam seni etnik dan pameran jajanan tradisional.
-
Siapa yang berpartisipasi di Festival Kemendikbudristek? Melibatkan berbagai pegiat budaya, komunitas lingkungan, pelaku seni dan budaya, peneliti, jurnalis serta ribuan masyarakat.
-
Dimana Festival Kedawung Ngesti Luhung diadakan? Festival ini digagas oleh Pemerintah Kecamatan Kedawung, Cirebon.
-
Siapa yang menggagas Festival Kedawung Ngesti Luhung? Festival ini digagas oleh Pemerintah Kecamatan Kedawung, Cirebon.
-
Mengapa Festival Kedawung Ngesti Luhung diadakan? “Festival ini merupakan salah satu bentuk dan upaya kami melestarikan budaya Cirebon, agar anak-anak mengetahui budaya apa saja yang ada di daerahnya,“ terang Imron yang hadir di lokasi, Rabu (28/6).
-
Bagaimana Kemendikbudristek selenggarakan Festival ini? Festival Kenduri Swarnabhumi 2023 yang diselenggarakan di Provinsi Jambi resmi ditutup, Rabu (27/12). Mengangkat tema 'Cintai Budaya Kita Lestarikan Sungai, Cintai Sungai Kita Lestarikan Budaya', Kenduri Swarnabhumi berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hubungan kebudayaan dan pelestarian lingkungan sungai, dan juga sebaliknya yakni masa depan sungai terhadap kebudayaan yang lebih maju.
“Lewat kesenian harapannya masyarakat lebih peka dengan isu-isu lingkungan hidup dan cara untuk berperilaku serta lebih bersahabat dengan alam,” ujar Ketua Yayasan Atma Nusvantara Jati, MF Nilo Wardhani, dikutip dari Liputan6.com pada Rabu (4/9).
Berikut selengkapnya:
Ciptakan Musik dari Barang Bekas
Tercatat ada 350 seniman dari 18 kelompok kesenian yang terlibat dalam acara itu. Mereka berasal dari berbagai kota antara lain Magelang, Yogyakarta, Bandung, Cirebon, hingga Papua. Mereka memanfaatkan barang-barang bekas untuk berkesenian.
Anak-anak dari SD Kanisius Kenalan, Borobudur, misalnya. Mereka membuat alat musik blekothek yang merupakan singkatan dari “Biar Jelek Otak Harus Melek”. Mereka menciptakan musik dari barang-barang bekas seperti kaleng, galon air, kayu, bambu, dan beragam botol.
Acara tersebut menggandeng Bakti Budaya Djarum Foundation sebagai sponsor utama serta didukung oleh beberapa perusahaan nasional maupun lokal agar memiliki jangkauan luas dalam pelestarian kebudayaan Nusantara.
Beri Kesempatan pada Siapapun
Ketua Pelaksana Festival Bhumi Atsanti, Lusia Gita, mengatakan bahwa diselenggarakannya acara itu merupakan komitmen ia beserta para seniman lainnya untuk memberi kesempatan pada siapapun untuk berkarya. Ia menambahkan bahwa festival tersebut selalu konsisten dalam menjadikan rumah dan ruang belajar kebudayaan serta ruang ekspresi dari berbagai ragam kebudayaan.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa para penampil dalam festival itu datang dari berbagai daerah. Salah satunya adalah Ki Hari Darmo dan grup kesenian jathilan Ngaran. Rencananya mereka akan membawakan pentas wayang dengan lakon “Bima Gugah” dengan durasi sekitar tiga jam.
Pertama Kali
Festival itu juga diikuti oleh para seniman dari Suku Kamoro, Papua. Pendiri Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, Luluk Intarti, mengatakan bahwa seniman dari suku Kamoro sangat senang bisa ikut terlibat dalam acara festival tersebut. Mereka pun terlihat antusias dalam belajar berbagai hal baru dan berinteraksi dengan banyak seniman dari berbagai daerah.
Para seniman dari Suku Kamoro itu terdiri dari pengukir, penari, pemain musik, dan penyanyi. Dalam tatanan Suku Kamoro, setiap orang yang berkesenian sesuai dengan hak adat wajib diteruskan menurut garis patrilineal.
“Misal kalau orang tuanya merupakan seniman penyanyi, maka anak-anaknya memperoleh hak untuk turut melanjutkan aktivitasnya sebagai penyanyi,” kata Luluk dikutip dari Liputan6.com.