Petani di Pekalongan pelihara burung hantu untuk berantas tikus
"Saat ini sudah ada 60 ekor burung hantu Tyto Alba yang dimiliki oleh kelompok petani di Desa Kwasen," kata Ruspadi
Kelompok Petani di Desa Kwasen, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah mengembangkan penangkaran burung hantu Tyto Alba untuk memberantas hama tikus yang menyerang padi milik warga.
Koordinator Penyuluh Pertanian, Kabupaten Pekalongan, Ruspadi menyebutkan, Desa Kwasen menjadi salah satu desa di Pekalongan yang duluan mengembangkan penangkaran burung hantu untuk memberantas hama tikus.
"Saat ini sudah ada 60 ekor burung hantu Tyto Alba yang dimiliki oleh kelompok petani di Desa Kwasen," kata Ruspadi, saat ditemui dalam acara pendampingan petani padi dan hortikultura oleh Institut Pertanian Bogor yang bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Pekalongan, di Pekalongan, Selasa (15/4), seperti dilansir dari Antara.
Penangkaran burung hantu Tyto Alba di desa tersebut telah dimulai sejak 2013 oleh Kepala Desa Sarwo Gangsar yang lebih dahulu belajar dari pertanian di Demak.
Ruspadi menceritakan, berawal dari sepasang burung hantu Tyto Alba yang dibawa oleh Kepala Desa Kwasen dari Demak ditangkarkan selama dua bulan untuk menjadi pemburu hama tikus di lahan pertanian warga.
Berbekal dari dua pasang burung hantu, jumlah burung pemangsa tikus tersebut berkembang dalam waktu tiga bulan dan bertambah jumlahnya.
Untuk mengoptimalkan pemberantasan hama tikus dengan metode burung hantu, Pemerintah Kabupaten Pekalongan melalui Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan memberikan 20 pasang burung hantu untuk tidangkarkan.
Menurut Ruspandi, sebelum penangkaran burung hatu dilakukan oleh kelompok petani di Desa Kwasen, hama tikus telah membuat produksi pertanian warga menuru, "Hama tikus memang sangat-sangat membuat petani kesulitan, mereka mengalami kerugian. Sejak tiga tahun terakhir produksi turun, yang biasanya 6-7 ton per hektar, sejak ada hama tikus menjadi 3-4 ton per hektar," ujar Ruspadi.
Sejak penangkaran burung hantu dilakukan, lanjut Ruspadi, gangguan hama tikus dapat dikendalikan. Bahkan kondisi sawah warga mulai mengalami peningkatan produksi meski hanya baru 30 persen.
"Karena saat ini jumlah burung hantu belum seimbang dengan jumlah tikus yang menyerang sawah warga," ujar Ruspadi, sembari menambahkan selain mendapatkan bantuan burung hantu, petani di Desa Kwasen juga mendapat bantuan tempat karantina permanen bagi satwa yang aktif malam hari tersebut.
Untuk melindungi keberadaan burung hantu tersebut dari penangkapan dan penjualan ilegal, Kepala Desa Kwasen telah mengeluarkan Peraturan Kades Nomor 2 Tahun 2013 yang melarang mengambil, mengganggu maupun membunuh burung tersebut.
"Bagi yang melanggar aturan tersebut akan berurusan dengan hukum, karena keberadaan burung hantu ini dilindungi oleh pemerintah, ini juga tertuang dalam UU RI Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999, ancaman hukuman kurung dan denda," ujar Ruspadi.
Ruspadi menyebutkan, Desa Kwasen menjadi percontohan untuk pengembangan penangkaran burung hantu sebagai pemberantas hama tikus. Untuk selanjutnya, jika populasi burung hantu di wilayah tersebut bertambah jumlahnya akan disebar ke wilayah lain yang menjadi sentra pertanian di Kabupaten Pekalongan.
"Burung hantu yang sudah dikembangkan ini nantinya akan disebarkan keempat desa lainnya di wilayah Kecamatan Kesesi yakni Desa Karya Murti, Langan Sari, Sisosari, dan Jangang," ujar Ruspandi.
Dalam memberantas hama tikus, burung hantu Tyto Alba ditaruh di hamparan sawah dengan menggunakan Rubuhan (Rumah Burung Hantu) yang menjadi tempat tinggal pasangan burung tersebut.
Rubuhan tersebut ditaruh di atas tiang kayu maupun bambu setinggi kurang lebih 2 hingga tiga meter lalu ditaruh di tengah hamparan sawah.
Keberadaan Rubuhan di tengah hamparan sawah menjadi pemandangan menarik tersendiri di wilayah Desa Kwasen.
Ketua Kelompok Petani Bangkit, Nasrullah mengaku penggunaan burung hantu sebagai pemberantas hama tikus sangat efektif. Selain meningkatkan produksi pertanian, penangkaran burung tersebut juga tidak sulit.
"Karena populasi burung dapat dikontrol, selama mangsanya masih banyak ditemukan, burung ini bisa bereproduksi rata-rata sekali bereproduksi menghasilkan dua anak. Tetapi jika jumlah mangsanya berkurang maka burung tersebut tidak akan bertambah populasinya, karena kondisinya tergantung pada jumlah pakannya," ujar Nasrullah.
Sementara itu, staf klinik tanaman Departemen Hama dan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, Bonjok Istiaji mengatakan, pemberantasan hama tikus dengan Tyto Alba cukup efektif.
"Namun akan lebih efektif jika petani menerapkan pola bercocok tanam secara kompak. Memulai menanam secara serentak sehingga, proteksi lebih efektif, karena bisa mencegah awal tikus masuk ke sawah. Bisa juga dengan menggunakan plastik seperti di Kerawang lalu dibuat perangkap. Tetapi ini harus hati-hati juga, kalau tikus sudah masuk ke dalam, justru padi rusak dan habis," ujar Bonjok.