Petinggi Bank Mandiri diperiksa terkait cuci uang Nazaruddin
Dia adalah tim leader PT Bank Mandiri, Bakti Astuti Wredajanti.
Penyidikan terhadap kasus gratifikasi proyek dari PT Duta Graha Indah dan pencucian uang dengan membeli saham Garuda Indonesia atas tersangka Muhammad Nazaruddin kembali digelar. Hari ini penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap seorang petinggi Bank Mandiri sebagai saksi.
Dia adalah tim leader PT Bank Mandiri, Bakti Astuti Wredajanti. Dia dianggap mengetahui soal proses pembelian saham Garuda oleh Nazaruddin. "Iya benar saksi untuk MNZ (Muhammad Nazaruddin)" tulis Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, melalui pesan singkat, Rabu (10/12).
Dengan pemanggilan Astuti hari ini menggenapkan jumlah petinggi Bank Mandiri terkait kasus pencucian uang Nazaruddin pernah diperiksa. Sebelumnya, KPK pernah memeriksa Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri Persero Tbk., Riswinandi, Direktur Utama Mandiri Securitas, Harry Maryanto Supoyo, dan mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri Persero Tbk., Zulkifli Zaini.
Beberapa waktu lalu Nazaruddin mengungkapkan kalau pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia berawal saat Anas Urbaningrum melalui Munadi Herlambang (mantan Sekretaris Departemen Pemuda dan Olahraga Partai Demokrat) menyampaikan kepada Nazaruddin kalau Mandiri Sekuritas berencana meminjam uang Permai Grup. Menurut Nazaruddin, atas persetujuan Anas, pihaknya kemudian mengeluarkan pinjaman tersebut dengan janji diberi keuntungan 29 persen. Tetapi keterangan Munadi justru berbeda. Menurut dia, saat itu Nazaruddin membeli saham Garuda melalui Mandiri Securitas dengan memanfaatkan fasilitas baru. Meski demikian, pihak Bank Mandiri langsung menampik semua pernyataan itu.
Saksi lainnya turut diperiksa dalam kasus itu hari ini terdiri dari pihak swasta. Yakni Nurapendi bin H. Karman, Gunawan Wahyu Budiarto alias Toto Gunawan, dan Polin Sitorus. Toto diketahui merupakan salah satu kawan Anas. Namanya pernah dicantumkan dalam dakwaan Anas sebagai salah satu orang ikut mengurus akta pendirian perusahaan tambang PT Arina Kota Jaya di Kutai Timur, awalnya disebut milik Anas. Meski begitu dalam putusan dakwaan itu dinyatakan tidak terbukti.
Sementara Polin Sitorus adalah salah satu pemegang saham dan Direktur Utama PT Panahatan, didirikan enam tahun silam. Perseroan itu kabarnya dibeli Nazaruddin dan Anas. Meski demikian, Kementerian Hukum dan HAM menyatakan belum pernah ada pengubahan akta perusahaan. Dia juga merupakan tokoh perkumpulan masyarakat Sumatera Utara bermukim di Jawa Barat.
Nazaruddin diduga melakukan pencucian uang dengan membeli saham PT Garuda Indonesia menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games pada 2011. Nazaruddin sebelumnya didakwa menerima suap terkait pemenangan PT DGI berupa cek senilai Rp 4,6 miliar.
Indikasi tindak pidana pencucian uang oleh Nazaruddin ini terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap wisma atlet. Hal itu dipaparkan oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, saat bersaksi dalam persidangan Nazaruddin. Dia menyatakan Grup Permai memborong saham PT Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar pada 2010. Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan oleh lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Grup Permai.
Atas kasus itu, Nazaruddin disangka melanggar pasal 3 atau pasal 4 juncto pasal 6 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.