Picu perkelahian & adu domba, Arief Poyuono dipolisikan
Laporan berupa delik penghinaan (delik aduan) atas pernyataan yang menyebut keputusan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu) yang disahkan parlemen beberapa waktu lalu dituding menjadi upaya Presiden Jokowi dan PDI P menipu rakyat.
Bakal Calon Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Widhi Handoko ikut angkat bicara terkait pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono yang menyinggung PDI P sering disamakan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan dia melaporkan tuduhan Arief Poyuono ke Ditreskrimsus Polda Jateng, Rabu (2/8), petang.
Laporan berupa delik penghinaan (delik aduan) atas pernyataan yang menyebut keputusan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu) yang disahkan parlemen beberapa waktu lalu dituding menjadi upaya Presiden Jokowi dan PDI P menipu rakyat.
"Pertama sikap Arif Poyuono menunjukkan ketidakdewasaannya dalam berpolitik. Kemudian yang kedua menunjukkan arogansi mental yang kurang bagus karena belum berkuasa sudah memfitnah dan membuat berita isi hoax. Akibatnya, membuat kondisi dunia perpolitikan saat ini gaduh," tegas Widhi usai melaporkan kasus tersebut Rabu (2/8).
Ketua organisasi sayap PDI P Gerakan Nelayan Tani (GANTI) Jateng menilai, pernyataan menyesatkan itu bisa membuat gaduh suasana politik di Jateng yang mendekati Pilkada dan Pilgub Jateng 2018.
"Sebagai organisasi sayap kami melaporkan berita tersebut merupakan fitnah dan penghinaan, pencemaran nama baik, perbuatan yang tidak menyenangkan, dan menebarkan kebencian, dan membuat kegaduhan," tegasnya.
Bahkan, Widhi mengatakan, tuduhan PKI terhadap PDI P jelas mempunyai maksud yang tidak baik, tidak sekedar black campaign atas lawan politiknya namun juga fitnah tersebut jelas arahnya menjatuhkan kredibilitas partai maupun penguasa.
"Tidak sekedar membuat gaduh! Namun juga bisa memicu perkelahian atau adu domba, karena pernyataannya tersebut sudah provokatif. Isu provokatif dikhawatirkan memicu perang antar suku atau antar geng atau antar golongan," terangnya.
Penghinaan provokatif menurut aktivis Gerakan Anti Narkoba (Granat) ini termasuk dapat dipidana berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP, di mana siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
"Delik penghinaan ini merupakan delik aduan. Tuntutan hanya bisa dilakukan apabila ada aduan yang disampaikan kepada polisi. Maka, Ganti Jateng ikut mengadukan tindakannya ke polisi. Namun, dalam penafsirannya nanti juga bisa masuk ke dalam pencemaran nama baik organisasi," bebernya.
Widhi menambahkan, pihaknya juga melakukan tuntutan perdata tentang hal penghinaan. Tuntutan ini bertujuan untuk mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik dari partai maupun Presiden Jokowi.
"Tidak sedikit kasus fitnah atau penghinaan yang dilakukan oleh seseorang bergulir ke meja hijau. Harapan saya sebagai Ketua Ganti Jateng, jangan sampai kasus tersebut tidak segera ditangani secara tuntas karena saya khawatir teman-teman dari partai khususnya simpatisan justru berang dan main hakim sendiri. Maka pihak kepolisian harus segera menangani kasus ini. Jika perlu yang bersangkutan segera diamankan terlebih dahulu," pungkasnya.