'Plintat-plintut' Aturan Larangan Mudik
Aturan larangan mudik lebaran itu tertuang dalam Permenhub Nomor 25 Tahun 2020, yang berlaku sejak awal Ramadan yakni 24 April sampai 31 Mei atau setelah Idulfitri.
Keputusan pemerintah melarang mudik lebaran guna memutus mata rantai penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) terus menuai polemik. Larangan mudik itu berlaku bagi kendaraan yang keluar dan masuk wilayah Jabodetabek dan wilayah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan masuk zona merah Covid-19.
Aturan larangan mudik lebaran itu tertuang dalam Permenhub Nomor 25 Tahun 2020, yang berlaku sejak awal Ramadan yakni 24 April sampai 31 Mei atau setelah Idulfitri.
-
Kapan puncak arus mudik Lebaran diperkirakan terjadi? Arus mudik Lebaran diperkirakan terjadi pada 19-21 April 2023.
-
Dimana terjadi kepadatan arus mudik menjelang Lebaran 2024? Kepadatan mulai terjadi di kawasan Pelabuhan Merak, Banten, oleh rombongan pemudik yang ingin berpergian lewat jalur laut.
-
Kue apa saja yang menjadi ciri khas Lebaran di Minangkabau? Ragam sajian makanan khas Minangkabau ini selalu wajib ada di meja untuk disantap bersama keluarga besar membuat suasana lebaran semakin terkesan dan penuh dengan kehangatan.Berikut ragam kue khas Minang yang wajib disajikan di atas meja ketika hari raya lebaran.
-
Bagaimana kata-kata mudik lucu bisa memperkuat tradisi Lebaran? Kata-kata mudik lucu yang berkaitan dengan mudik juga memiliki kekuatan untuk memperkuat tradisi dan budaya Lebaran yang kental dengan nuansa kebersamaan dan keceriaan.
-
Di mana sebagian besar orang akan mudik Lebaran? Paling banyak di Pulau Jawa.
-
Di mana Kapolri meninjau kesiapan mudik Lebaran? Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto meninjau kesiapan mudik Lebaran di Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana, Bali, Kamis (4/4).
Bagi yang nekat mudik bakal disanksi secara persuasif berupa sosialisasi hingga bersifat represif yakni denda administratif maksimal Rp 100 juta hingga ancaman pidana selama satu tahun sesuai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pasal 93.
Namun, dalam perkembangannya muncul sanksi baru berupa pemberian tilang oleh pihak kepolisian yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 yang diundangkan pada 23 April 2020.
Sanksi lebih tegas akan diberikan mulai Kamis (7/5) salah satunya merujuk Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 93, di mana hukuman pidana hingga satu tahun atau denda Rp 100 juta siap menjerat calon pemudik yang nekat.
Akan tetapi larangan mudik itu tak berlaku bagi warga dalam kondisi darurat seperti menengok keluarga sakit atau wafat. Namun tetap harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti mengantongi surat izin tiga instansi pemerintah, antara lain dinas perhubungan, polres, dan tim Gugus tugas Covid-19 tingkat terendah seperti desa atau kelurahan.
Transportasi Tetap Beroperasi
Aturan larangan mudik itu kembali menjadi sorotan setelah Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi merevisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 tahun 2020.
Budi mengatakan, Kemenhub tengah meregulasi turunan dari Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 ini yang nantinya bakal memuat ketentuan soal kembalinya operasional moda transportasi untuk mengangkut penumpang mulai 7 Mei atau hari ini. Namun demikian regulasi ini bukan relaksasi, melainkan aturan penjabaran.
Meski nantinya diperbolehkan beroperasi kembali, kata Budi, hal itu harus dibarengi dengan implementasi protokol kesehatan. Kementerian Perhubungan akan menggandeng Tim Gugus Tugas Covid-19 dan instansi terkait lainnya untuk memastikan seluruh moda transportasi melaksanakan protokol kesehatan bagi penggunanya.
Di samping itu, seluruh petugas layanan transportasi juga diharuskan melakukan pengetatan pemeriksaan dokumen terhadap calon penumpang sesuai sesuai Permenhub Nomor 25 Tahun 2020. Rencana operasional seluruh moda transportasi akan melayani sejumlah rute di wilayah Tanah Air. Termasuk kota berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun daerah terjangkit atau berstatus Zona Merah.
"Ini penjabaran ya, bukan relaksasi. Jadi dimungkinkan semua angkutan baik udara, kereta api, laut, bus untuk kembali beroperasi," kata Menhub Budi dalam rapat virtual bersama Komisi V DPR, Rabu (6/5).
Operasional transportasi di tengah aturan larangan mudik itu dinilai Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, sangat kontra produktif, bahkan blunder. Menurutnya, pemerintah tidak konsisten alias bermain api dengan upaya mengendalikan agar Covid -19 tidak makin mewabah ke daerah daerah.
Menurutnya, relaksasi larangan mudik, berupa pengecualian untuk orang tertentu, praktik di lapangan akan sulit dikontrol, bahkan sangat berpotensi untuk disalahgunakan. Relaksasi larangan mudik ini juga tidak sejalan dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa Mei 2020 kurva Covid-19 harus turun, bagaimana pun caranya.
Hal senada dikatakan anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade yang meminta pemerintah tegas untuk tidak mengubah-ubah aturan yang melarang masyarakat mudik selama masa darurat pandemi Covid-19. Andre mengungkapkan keresahan di masyarakat, khususnya di daerah pemilihannya di Sumatera Barat, ketika larangan mudik seperti ingin diubah-ubah dan tidak tegas diterapkan oleh pemerintah.
Mudik Tetap Dilarang
Namun larangan mudik kembali dipertegas Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo. Doni menegaskan tidak ada perubahan peraturan tentang mudik, yang artinya mudik tetap dilarang.
Doni mengatakan beberapa waktu terakhir Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menangkap kesan di masyarakat seolah-olah boleh mudik dengan syarat tertentu atau ada kelonggaran.
Di sisi lain, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga melihat terdapat persoalan terkait dengan mobilitas orang dalam rangka percepatan penanganan Covid-19, misalnya pengiriman alat kesehatan dan perjalanan tenaga medis yang kesulitan menjangkau beberapa daerah.
Karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Pengecualian juga diberikan kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negeri untuk bekerja atau belajar yang ingin kembali ke Tanah Air.
Adapun sejumlah syarat yang harus dipenuhi kepada mereka yang dikecualikan dari larangan bepergian adalah memiliki izin dari atasan minimal setara eselon II atau kepala kantor.
Bagi wirausaha yang usahanya berkaitan dengan percepatan penanganan COVID-19 tetapi tidak memiliki instansi, maka harus ada surat pernyataan di atas materai yang diketahui kepala desa atau lurah.
Selain itu, mereka juga harus memiliki surat keterangan sehat baik untuk pergi maupun pulang yang diperoleh dari dokter rumah sakit, puskesmas, atau klinik setelah menjalani rangkaian pemeriksaan termasuk tes cepat dan tes usap tenggorokan.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menanggapi terkait adanya kesan kelonggaran dalam Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 tahun 2020 terkait kriteria pembatasan perjalanan orang dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Dia menjelaskan dalam surat tersebut memberikan pengecualian pembatasan perjalanan dan mudik tetap dilarang.
Pratikno mengatakan, dalam surat edaran tersebut berisi tentang teknis Permenhub no 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idulfitri dalam rangka penanganan Covid-19. Memberikan pengecualian pembatasan perjalana tersebut untuk keperluan.
"Repatriasi Pekerja Migran Indonesia (PMI), WNI, dan pelajar/mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh pemerintah sampai ke daerah asal, sesuai ketentuan yang berlaku," kata Pratikno.
(mdk/gil)