Polemik rumah dinas TNI selalu berujung ricuh
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga seyogyanya turun gunung menyelesaikan polemik ini.
Kodam III/Siliwangi memberi peringatan kepada warga yang menempati puluhan rumah di Komplek Perumahan Angakatan Darat (KPAD), Kota Bandung. Warga diminta tidak menghalang-halangi anggota TNI saat melakukan penertiban terhadap KPAD tersebut.
Polemik terkait penertiban rumah dinas milik TNI bukan kali pertama terjadi. Bahkan, penolakan hingga berujung keributan juga pernah terjadi lantaran warga yang menempati rumah dinas tersebut melakukan penolakan saat diminta mengosongkan rumah itu.
Pengamat militer dari Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi mengatakan dalam hal ini TNI tidak bisa disalahkan sepenuhnya mengingat rumah dinas tersebut merupakan milik TNI. Namun, dia berharap TNI bisa lebih sedikit tenang dan tidak menggunakan cara yang sedikit reaktif.
"Buat saya akan baik mempertimbangkan cara yang berbeda. Pertama mempertimbangkan keadilan, kemanusiaan dan reward mereka puluhan tahun menjadi tentara," kata Muradi saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu (20/7).
Muradi juga menilai tidak hanya TNI, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga seyogyanya turun gunung menyelesaikan polemik ini. Jokowi, kata dia, sudah saatnya meminta Panglima memberi jalan keluar agar persoalan ini tidak berlarut-larut.
Salah satunya, memberi lahan lain untuk membangun rumah dinas TNI yang baru. Sementara, sebagai bentuk penghargaan atas jasa para purnawirawan (purn), baik pihak yang berangkutan (purn) atau keluarga dipersilakan memiliki rumah dinas tersebut dengan catatan ada proses jual beli.
"Presiden harus memainkan peran ini meminta panglima memberi alternatif lahan baru. Kedua proses jual beli. Dalam prosesnya ada pihak ketiga dan koperasi TNI menentukan harga," ujar dia.
Meski ada proses jual beli, menurut dia, sebagai bentuk penghormatan atas jasa para purnawirawan, TNI tidak perlu mematok harga tinggi. "Kalau pun membayar ya bayar fee aja ibaratnya," ucapnya.
Muradi menilai, bila kondisi ini terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan bakal membuat situasi semakin buruk. Selain adanya kericuhan, para purn TNI pun nantinya merasa tidak dihargai negara.
"Kalau enggak ini akan menjadi peristiwa buruk, karena TNI sebagai abdi negara tidak dihargai. Ketika tentara berpikir saya sudah mengabdi kepada negara tapi tidak dihargai," tandas Muradi.
Selain di Kota Bandung, polemik rumah dinas TNI juga pernah terjadi di Jalan Buntu Torpedo, Kelurahan Pisang Utara, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar pada Kamis 3 Desember 2015 silam. Bahkan, proses penertiban rumah dinas ini berujung ricuh. Warga yang menolak meninggalkan rumah dinas itu melawan saat ditertibkan.
Massa yang terdiri dari veteran TNI, purnawirawan, warakawuri dan putra putrinya kocar kacir saat petugas menyemprotkan air dan menembak gas air mata. Namun, saat gas air mata hilang tersapu angin, para demonstran kembali melakukan penolakan. Bahkan sebagian warga melempar batu ke arah petugas. Namun perlawanan mereka tetap gagal.
Surat eksekusi akhirnya dibacakan oleh Ambo Adi, juru sita PN Makassar sekira pukul 11.55 Wita. Seorang putra purnawirawan bernama Herman Tandek yang juga sekretaris Forum Koordinasi Penghuni Rumah Negara (FKPRN) Sulsel diamankan polisi.
Satu persatu barang milik warga dari dua rumah yang dieksekusi dikeluarkan oleh tim eksekutor. Keluarga veteran tak berdaya menyaksikan proses eksekusi itu.