Polisi telusuri aset milik penyelundup miras ilegal di Batam untuk kenakan TPPU
Lebih lanjut, Agung menyebut, jika KWK, F dan S yang menyelundupkan miras ilegal dari Malaysia dan Singapura itu mempunyai delapan Perseroan Terbatas (PT).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, jika pihaknya melakukan penelusuran aset-aset yang dimiliki oleh para tersangka importir penyelundupan miras ilegal di Batam. Hal itu dilakukan karena untuk mendalami Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil kejahatan tersebut.
"Tentunya, kami menelusuri aset hasil kejahatan tapi harus dipisahkan antara penegakan hukum pidana dengan penelusuran atau pendalaman potensi penerimaan negara," kata Agung di kantor Bareskrim Polri di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (23/10).
Lebih lanjut, Agung menyebut, jika KWK, F dan S yang menyelundupkan miras ilegal dari Malaysia dan Singapura itu mempunyai delapan Perseroan Terbatas (PT). Namun, enam di antaranya itu hanya dijadikan kedok saja, lantaran untuk menghindari audit terkait kegiatan importasi dari Bea Cukai dan Ditjen Pajak.
"Ini cara modus mereka menghindari kewajiban pajak," ujarnya.
Agung pun menambahkan, jika pihaknya akan mendalami adanya dugaan pelanggaran pajak. Pihaknya bekerjasama dengan Ditjen Pajak untuk memeriksa surat pemberitahuan laporan pajak tahunan yang tidak dilaporkan ke Ditjen Pajak.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama menuturkan bahwa dalam kasus penyelundupan miras ilegal ini, juga ada proses penerimaan negara yang berpotensi dilanggar.
"Kalau aktivitas yang dilakukan ilegal, kemungkinan besar di situ juga ada permasalahan dalam konteks kepatuhan pembayaran pajak atau sektor penerimaan negara yang lain," ujar Hestu.
Hestu pun mengungkapkan, jika Batam merupakan kawasan bebas perdagangan. Sehingga, suatu barang yang dikonsumsi di wilayah itu dan sekitarnya maka tak diwajibkan untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Namun, pada kenyataannya importir miras ilegal yang sudah beroperasi selama 20 tahun ini juga menyelundupkan ke Jakarta dan bukan hanya di Batam saja.
"Tapi sebagian barang itu (miras) masuk ke daerah yang lain. Di situ mereka seharusnya membayar PPN itu. Cukai tentunya. Itu nanti bisa ke Dirjen Bea Cukai ya. Itu harus dicek biaya cukainya dari Batam ke tempat lain di Indonesia," ungkapnya.
Hestu pun menegaskan, jika pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini dari sisi penerimaan negara. Jika nantinya ditemukan adanya bukti pelanggaran, maka para tersangka tersebut juga berpotensi melanggar undang-undang perpajakan di Indonesia.
"Tentunya ada pasal undang-undang perpajakan pasal 39, di mana barang siapa yang menyampaikan SPT tapi isinya tidak benar dan mengakibatkan kerugian negara, maka ada ancaman pidana kurungan minimal 6 bulan paling lama 6 tahun. Dan juga harus mengganti kerugian negara 2-4 kali dari kerugian negara yang sudah ditimbulkan," ujarnya.
Sekedar informasi, dalam kasus penyelundupan importir miras secara ilegal ini, polisi telah menangkap tiga orang tersangka dengan nama inisial KWK, F dan S. Ketiganya ditangkap, lantaran tak memiliki izin edar dalam mendistribusikan miras itu yang berasal dari Malaysia dan juga Singapura.