Pro Kontra Prabowo akan Maafkan Koruptor, Menkum: Bukan Berarti Biarkan Pelaku Korupsi Bebas
Supratman Andi Agtas meluruskan polemik di masyarakat terkait niat Presiden Prabowo Subianto memaafkan para koruptor
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas meluruskan polemik di masyarakat terkait niat Presiden Prabowo Subianto memaafkan para koruptor, dengan catatan mengembalikan seluruh hasil korupsi ke negara. Menurutnya, hal itu bukan berarti membiarkan para pelaku rasuah bebas dari hukuman.
"Yang penting teman-teman semua dan seluruh masyarakat Indonesia pahami, yang pertama adalah bahwa apa yang diucapkan oleh Bapak Presiden itu adalah merupakan sebuah langkah, upaya, bukan berarti dalam rangka untuk membiarkan pelaku-pelaku tindak pidana korupsi kemudian itu bisa terbebas. Sama sekali enggak," tutur Andi di Kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (23/12).
- Belum 100 Hari Menjabat, Kontroversi Pernyataan Prabowo Ingin Memaafkan Koruptor
- MUI Ingatkan Prabowo soal Rencana Maafkan Koruptor: Harus Ada Payung Hukum
- Prabowo Ingatkan Calon Kepala Daerah soal Korupsi: Kau Khianati Rakyat, Saya yang Pertama Menindak!
- Prabowo: Kita Habiskan Korupsi dalam Waktu Singkat, Kejar Koruptor sampai Antartika!
Menurut Andi, pemberian grasi, amnesti, dan abolisi merupakan hak konstitusional yang diberikan oleh negara. Para pakar atau pun akademisi yang menganggap hal itu bertentangan dengan Undang-Undang mungkin saja lupa menyebut Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dan lainnya.
“Tetapi menyangkut soal grasi, amnesti, dan abolisi, itu sebenarnya adalah sesuatu yang sudah berlangsung lama. Dari sisi sejarahnya itu pertama kali muncul di Perancis, kemudian juga akhirnya berkembang dan itu adalah merupakan sebuah upaya bagi kepala negara untuk melakukan proses pengampunan. Nah cuma kan tahapannya berbeda-beda,” jelas dia.
Andi menegaskan, pernyataan Prabowo yang ingin memaafkan koruptor masih sesuai dengan aturan Undang-Undang. Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusi tertinggi memberikan ruang, dan seluruh negara pun menurutnya menganut hal yang sama.
“Kekuasaan untuk memberikan grasi, abolisi, maupun amnesti itu adalah kekuasaan Yudisial yang seharusnya hanya dimiliki oleh kekuasaan Yudikatif. Tetapi oleh Undang-Undang Dasar itu memberikan ruang, di mana kepala negara bisa melakukan itu,” ungkapnya.
Prabowo Pertimbangkan Banyak Hal
Pemberian grasi, amnesti, dan abolisi pun menyeluruh ke semua tindak pidana. Meski begitu, Andi yakin Presiden Prabowo pasti mempertimbangkan berbagai hal sebelum menggunakan hak prerogatifnya itu.
“Maka dari itu teman-teman bisa nanti menunggu langkah konkrit selanjutnya setelah diberi arahan kepada kami,” kata dia.
“Presiden punya, sekali lagi, hak konstitusional Undang-Undang Dasar memberikan itu untuk semua jenis tindak pidana,” Andi menandaskan