Prof Romli sebut Novanto tidak bersalah jika KPK tak dapat bukti baru
Prof Romli sebut Novanto tidak bersalah jika KPK tak dapat bukti baru. Alasannya, kata Romli, berdasarkan putusan praperadilan itu Novanto bisa menggugat karena telah mencemarkan nama baik sejak ditetapkan tersangka sampai dengan putusan praperadilan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita mengatakan putusan praperadilan yang membatalkan status tersangka Setya Novanto tidak mutatis mutandis ( dengan perubahan-perubahan yang diperlukan atau penting). Menurut Romli, Novanto tidak bersalah dalam proyek e-KTP jika KPK tak dapat bukti baru yang dapat yakinkan hakim.
"Selama itu tidak ada, maka KPK tak layak mentersangkakan Setya Novanto," kata Romli, Rabu (4/10).
Romli yang menjadi saksi ahli ketua DPR itu saat praperadilan menilai, Novanto dapat menggugat KPK. Alasannya, kata Romli, berdasarkan putusan praperadilan itu Novanto bisa menggugat karena telah mencemarkan nama baik sejak ditetapkan tersangka sampai dengan putusan praperadilan.
Menurut Romli, hukum di atas segalanya termasuk di atas kebencian yang hanya melahirkan ketidakadilan. "Opini publik negatif sejak awal terhadap Setya Novanto sehingga stigmatisasi buruk terjadi jauh sebelum putusan praperadilan sehingga masyarakat kecewa ketika stigma tidak terjadi," kata Romli.
Romli menambahkan, kekecewaan masyarakat seharusnya diarahkan kepada KPK. Menurutnya, mengapa KPK gagal penuhi janji bukti-bukti kuat tetapkan Novanto sebagai tersangka.
"Harusnya KPK berguru pengalaman kasus praperadilan BG (Budi Gunawan) dn HP (Hadi Purnomo)," tambahnya.
Sebelumnya, Tim kuasa hukum Setya Novanto menghadirkan empat ahli dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR itu, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Novanto ingin menggugat status tersangka dari KPK terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Tiga saksi itu adalah ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, ahli hukum administrasi negara I Gde Pantja Astawa, dan ahli pidana hukum acara Chairul Huda. Para ahli itu memaparkan serangkaian teori mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, jumlah alat bukti hingga penetapan tersangka yang sah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang.
Profesor Romli Atmasasmita mengungkapkan banyak hal mulai dari mekanisme pengangkatan penyidik KPK hingga prosedur penetapan tersangka.
Mengenai mekanisme pengangkatan penyidik, menurutnya setiap penyidik KPK harus terlebih dahulu diberhentikan dari instansi pemerintahannya terlebih dahulu baru diangkat menjadi penyidik KPK. Karena jika tidak diberhentikan dulu, kata Romli, akan menyebabkan adanya tumpang tindih anggaran dan juga loyalitas ganda.
"Akibat dia memperoleh doble anggaran tapi yang berikut soal kewenangan, berdampak juga pada kewenangan. Saya beranggapan itu (pengangkatan) belum sah jadi pegawai KPK. Kalau saya berpendapat kalau mengangkat itu sah tidak sah menurut saya," kata Romli.
"Loyalitas ganda akan menimbulkan konflik kepentingan," ujarnya.
Dia bahkan berpendapat bahwa KPK tidak bisa mengangkat penyidiknya sendiri. Jika ingin mengangkat penyidik sendiri, Romli menyarankan KPK harus merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Tidak ada kalimat KPK bisa mengangkat penyidik, penyelidik sendiri. Kalau mau angkat sendiri, harus diganti Undang-Undangnya, revisi UU KPK. Tapikan KPK tidak mau revisi," ungkapnya.