PT Pindad kini mampu produksi amunisi kaliber buat TNI
PT Pindad mengharapkan dukungan pemerintah agar diberi kesempatan menjadi pemasok alutsista buat TNI.
Direktur Utama PT Pindad Silmy Karim mendatangi kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Silmy menyampaikan, kedatangannya adalah untuk melaporkan kemampuan PT Pindad membuat amunisi kaliber besar yang siap digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Saya laporkan bahwa Pindad sudah membuat amunisi kaliber besar," kata Silmy, Senin (13/7).
Menurutnya, JK akan mendorong TNI untuk menggunakan alutsista buatan Pindad. Sebagai langkah awal, lanjut Silmy, JK akan terlebih dahulu memanggil Panglima TNI, Gatot Nurmantyo.
"Beliau tanya sudah ada yang pesan atau belum, belum. Dia (JK) bilang 'saya akan dorong pengguna, TNI, gunakan amunisi kaliber besar'" kata Silmy.
Pertimbangan JK mendorong TNI menggunakan senjata-senjata buatan Pindad didasari oleh anggaran untuk alutsista yang sangat besar sebagian besar mengalir ke luar negeri tanpa adanya transfer teknologi ke industri pertahanan dalam negeri.
Menurut Silmy, JK serius memperhatikan pengembangan industri pertahanan nasional. JK merupakan orang yang menginisiasi pembuatan Panser Anoa. Pada 2007, JK meminta Pindad memproduksi Panser Anoa 6×6 untuk TNI.
Selain itu, lanjut Silmy, Pindad sudah mampu menyediakan alat utama sistem senjata (alutsista) bagi TNI maupun Polri. Namun, Pindad butuh kepercayaan dari pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo.
"Selama kesempatan dikasih, kontrak diberikan, enggak ada yang enggak mungkin, kan ada kerjasama. Bagaimana bangkitnya Korea Selatan, bangkitnya Turki dalam alutsista karena pemerintah memberi penugasan," ujar Silmy.
Menurut Silmy, JK berjanji akan meningkatkan partisipasi lokal dalam hal pengadaan alutsista TNI.
Silmy juga melaporkan data pembelian amunisi oleh Kepolisian. Selain itu, Silmy juga membicarakan bagaimana pembelian alutsista luar negeri bisa memberikan manfaat maksimal kepada dalam negeri, baik dari segi produksi maupun dari segi transfer teknologi.
Menurut Silmy, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan program offset. Dengan program ini, Indonesia memperoleh nilai tambah dari kerjasama dengan luar negeri. Silmy mencontohkan pembelian helikopter Apache kepada Boeing.
"Misalnya pemerintah membeli helikopter Apache, itu kan yang membuat Boeing, nah Boeing itu kan juga bikin pesawat komersial. Kalau kontrak 100 juta dolar AS Apache, ini angka asal ya bukan berita, 35 persennya offset berarti 35 juta dolar AS itu bisa untuk PT DI produksi sayap 737 atau Dreamliner sehingga Indonesia bisa dapat tambahan ekspor, pajak, dan lapangan kerja," tutur Silmy.