Puluhan warga tapa pepe di Alun-Alun Utara peringati naik tahta HB X
Koordinator tapa pepe, Abdul Muhaimin menegaskan, mereka menolak pergantian nama Hamengku Buwono X menjadi Hamengku Bawono ka 10. Penolakan ini dilakukan karena menganggap apa yang dilakukan oleh Sultan HB X adalah bentuk pelanggaran paugeran Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Polemik pergantian nama dan gelar Raja Keraton Yogyakarta kembali bergulir. Setelah hampir dua tahun yang lalu Sri Sultan HB X mengeluarkan Sabda Raja, puluhan orang yang mengatasnamakan pejuang keistimewaan menggelar aksi tapa pepe untuk menyatakan penolakannya terhadap pergantian nama dan gelar raja di Alun-Alun Utara, Rabu (26/4).
Dengan mengenakan surjan (baju Jawa lurik) dan pakaian muslim, puluhan orang ini melakukan tapa pepe di antara dua pohon beringin yang ada di Alun-Alun Utara. Sambil membawa gambar Panembahan Senopati yang merupakan pendiri kerajaan Mataram, puluhan orang ini juga membawa gambar Sri Sultan HB I hingga Sri Sultan HB IX dalam aksinya.
Koordinator tapa pepe, Abdul Muhaimin menegaskan, mereka menolak pergantian nama Hamengku Buwono X menjadi Hamengku Bawono ka 10. Penolakan ini dilakukan karena menganggap apa yang dilakukan oleh Sultan HB X adalah bentuk pelanggaran paugeran Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
"Aksi ini bukan untuk melawan. Kami tidak punya pretensi untuk melawan. Kami hanya mengingatkan dan mendoakan Sri Sultan agar segera sadar dengan langkahnya mengganti nama dan gelar adalah tidak tepat dan melanggar paugeran," tutur Muhaimin, Rabu (26/4).
Muhaimin mengatakan bahwa sebagai seorang raja, Sri Sultan HB X seharusnya menjadi pemelihara paugeran Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kami berharap, sambung Muhaimin, agar para Sri Sultan HB X dan Rayi Dalem (kerabat Kraton) untuk segera sadar dan kembali menaati paugeran (Aturan).
Sedangkan menurut aktivis Pejuang Keistimewaan Sejati, Adjie Bancana, aksi tapa pepe selain untuk mengingatkan Sri Sultan HB X juga dalam rangka memeringati Jumenengan (naik tahtanya) Hamengku Buwono X.
"Para pejuang keistimewaan tidak mengenal Hamengki Bawono. Kami hanya mengenal Hamengku Buwono. Adat dan budaya ini ada untuk kelanggengan di Yogya. Perubahan boleh, tapi jangan dibongkar pondasi. Jika (pondasi) dibongkar bisa rusak," tegas Adjie.
Setelah lebih dari satu jam melakukan tapa pepe, puluhan peserta aksi ini kemudian berjalan diiringi ucapan shalawat hingga pintu gerbang Pagelaran Keraton. Sebelum membubarkan diri, mereka sempat menyebutkan sejumlah janji pribadi yang diungkapkan Herjuno Darapito, nama Sri Sultan Hamengku Buwono X sebelum bertahta.
Sejumlah janji yang dianggap dilanggar yakni tidak mempunyai iri dan dengki dengan orang lain, tidak merengkuh orang lain meskipun tidak senang, dan tidak melanggar paugeran. Kemudian berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah serta tidak memiliki ambisi selain kesejahteraan rakyat.
Baca juga:
Gelar pertemuan di DIY, Polri dan AFP bahas penanganan terorisme
Gelar pertemuan di DIY, Polri dan AFP bahas penanganan terorisme
Cerita Kapolri Tito lulus SMA galau pilih UGM atau AKABRI
Kapolri curhat anggaran Polri kurang, ingin seperti KPK
Isu SARA, Kapolri ingatkan jangan sampai Indonesia alami kemunduran
Tak terima divonis 4 tahun bui, salah satu pelaku klitih banding
Tak terima divonis 4 tahun bui, salah satu pelaku klitih banding
-
Apa saja yang diciptakan oleh KRT Wiroguno untuk Keraton Yogyakarta? Sebagai seorang seniman, KRT Wiroguno telah berjasa besar bagi Keraton Yogyakarta. Semasa hidupnya ia menciptakan lebih dari seratusan gending, merancang kostum Langendriya, menggeluti foto painting hitam putih, dan berbagai kesenian lainnya. Berkat berbagai hal tersebut, layak rasanya apabila ia disebut sebagai salah satu seniman besar Keraton Yogyakarta.
-
Apa yang dimaksud dengan "Abhimantrana" dalam pameran Keraton Yogyakarta? Dilansir dari Jogjaprov.go.id, pameran ini mengangkat istilah “Abhimantrana” yang berarti upacara, doa-doa, dan pepujian.
-
Bagaimana pembangunan Segarayasa di Keraton Yogyakarta? Selain itu di danau buatan itu terdapat terowongan bawah tanah dan masjid bawah tanah.
-
Kapan Bregada Keraton Yogyakarta bertempur melawan VOC? Salah satunya adalah pertempuran Keraton Yogyakarta melawan VOC di Jenar pada tahun 1951.
-
Mengapa Bregada Keraton Yogyakarta dilestarikan hingga kini? Keberadaan Bregada Keraton yang menjadi saksi perjuangan melawan penjajah pada zaman dulu terus dilestarikan hingga kini.
-
Siapa yang memimpin setiap Bregada di Keraton Yogyakarta? Setiap pasukan atau bregada dipimpin oleh perwira berpangkat kapten.