Bentuk Pengenalan Upacara Adat pada Masyarakat Jawa, Ini Fakta Menarik Pameran "Abhimantrana"
Pameran itu digelar dalam rangka Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X

Pameran itu digelar dalam rangka Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X
Foto: Ig @humasjogja

Bentuk Pengenalan Upacara Adat pada Masyarakat Jawa, Ini Fakta Menarik Pameran "Abhimantrana"
Dalam rangka ulang tahun penobatan atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X dan GKR Hemas, Keraton Yogyakarta menggelar pameran awal tahun bertajuk “Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta”. Pameran ini diselenggarakan pada 8 Maret hingga 29 Agustus 2024.
Lantas apa saja hal-hal menarik terkait pameran ini? Berikut ulasan selengkapnya:
Dilansir dari Jogjaprov.go.id, pameran ini mengangkat istilah “Abhimantrana” yang berarti upacara, doa-doa, dan pepujian. Pameran ini menjadi sajian dari berbagai upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta, terutama yang berkaitan dengan fase daur hidup dari Manusia Jawa.


Di sisi lain, pameran ini juga menjadi potret dari ruang informasi bagi pengunjung dalam membaca dan menafsirkan pelestarian budaya.
Kunjungan dari pameran ini dimulai dari ruang “Sangkan Paraning Dumadi”. Di ruang ini, ritus hidup manusia disimbolkan dalam bentuk gambar tata ruang Kota Yogyakarta antara Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, serta Tugu Golong Giling.

Kurator Pameran Abhimantrana, Mas Jajar Pradanareja Guritno, mengatakan bahwa pameran itu merupakan upaya untuk mengenalkan upacara adat yang ada di tengah masyarakat Jawa sekaligus Keraton Yogyakarta.
Ide itu kemudian direfleksikan dalam filosofi Pangeran Mangkubumi yang dikenal dengan nama Sangkan Paraning Dumadi.
“Setiap laku hidup inilah yang kita tandai dengan upacara adat. Masyarakat yang berkunjung akan mendapatkan informasi secara utuh bagaimana upacara adat di Keraton diselenggarakan sekaligus mendapatkan pengalaman secara langsung terkait dengan salah satu proses adat yang mungkin belum mereka temui,”
kata Mas Jajar dikutip dari Jogjaprov.go.id.

Dalam pameran ini, pihak panitia mengedepankan informasi interaktif sehingga pengunjung bisa mendapatkan keseluruhan informasi secara utuh.
Melalui pameran ini pula, Keraton Yogyakarta ingin mengajak masyarakat Jawa hidup berkontemplasi dan penuh dengan rasa among roso yang sangat erat. Sehingga upacara adat ini juga menghidupkan rasa dari masyarakat Jawa itu sendiri.
“Saat ini masyarakat modern sering mengalami gagal terkait dengan kebudayaan, mereka sering kali mengalami krisis identitas atau hal-hal yang sebenarnya sangat dinantikan tapi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari justru terabaikan,” pungkas Mas Jajar.