Rabies mewabah, depot daging anjing di Bali tetap ramai pembeli
"Belum ada kasusnya habis makan daging anjing, mati. Kasus yang terjadi justru setelah digigit anjing, mati," kata Made.
Penggemar masakan daging anjing atau yang kental dengan istilah daging RW, saat ini sedang dihantui harap-harap cemas untuk mengonsumsi RW di Bali. Pasalnya, kasus rabies menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat.
Kendati demikian, para penjual masakan RW ini tetap bertahan meski kasus rabies semakin meningkat. Bahkan di beberapa warung yang menyajikan kuliner khusus RW, kini menjual alternatif lain seperti daging Biawak, Bekicot, hingga daging kelelawar.
Dari informasi yang dihimpun wartawan merdeka.com di wilayah metro Denpasar dan Badung, terpantau ada 9 tempat warung makan yang menyajikan masakan khas daging anjing. Namun dari kesembilan tempat ini, hanya tiga lokasi saja yang mencoba menghidangkan masakan lainnya. Salah satunya depot ADA di wilayah Sempidi.
Menariknya, depot ADA tetap saja ramai dikunjungi pembeli yang gemar mengonsumsi RW ataupun Biawak ini. Padahal, penyakit rabies yang ditularkan melalui binatang anjing ini sudah mewabah di Bali cukup memprihatinkan.
"Pembeli di sini pelanggan tetap di sini. Kalaupun tidak, sudah pasti tahu kualitas dan bibit daging yang kami jual. Tidak sembarangan saya membeli daging anjing, pilihan dagingnya," ungkap Made Suarta, pemilik depot ADA, Rabu (30/9) di Sempidi, Bali.
Made mengatakan kalau dirinya membuka depot masakan RW bukan baru setahun dua tahun. Dia mengaku sudah hampir 40 tahun menyajikan masakan RW dalam porsi penyajian bumbu yang berbeda-beda.
Dalam membeli anjing untuk disajikan, dia mengklaim tidak asal membeli. Ada tempat khusus yang diternakkan khusus untuk kuliner. Bahkan dikatakannya, sudah melalui perawatan sehingga Vaksin dilakukan pada anjing di lokasi pembelian. Namun, Made tidak mau menyebut lokasi tempatnya langganan membeli beberapa ekor anjing untuk dipotong, dengan alasan persaingan dagang.
"Ya sekarang memang sulit menjual masakan RW, sejak adanya kasus Rabies. Karenanya dirinya mengimbangi dengan menyajikan daging biawak," tuturnya.
Dia mengungkapkan sebelum wabah rabies sehari dirinya bisa menghabiskan hampir dua ekor. Bahkan terkadang lebih, namun saat ini sangat sulit. Menurut dia untuk saat ini tidak bisa membeli anjing lantaran di lokasi pembelian belum ada yang siap potong. Menariknya, pemeriksaan dari petugas rutin dilakukan ke depot nya dan itu jauh sebelum ada kasus rabies.
"Sejak saya buka masakan ini, petugas sudah sering kontrol ke depot ini. Apalagi sekarang-sekarang ini," ungkapnya.
Sedikit nyeleneh, dirinya memastikan bahwa kasus kematian dari kasus rabies ini lebih banyak akibat digigit oleh anjing. "Belum ada kasusnya habis makan daging anjing, mati. Kasus yang terjadi justru setelah digigit anjing, mati," sentilnya sambil tersenyum.