Ramai soal Gajah Mada, ini penjelasan LHKP Muhammadiyah Yogyakarta
Wakil Ketua PDM Kota Yogyakarta Ashad Kusuma Djaya menilai bahwa yang saat ini ramai dibicarakan di media sosial tak seluruhnya benar. Ada beberapa hal yang diplesetkan dari postingan. Termasuk penulisan Gaj Ahmada yang sebenarnya adalah Gajah Ahmada.
Beberapa hari belakangan, netizen ramai membicarakan tentang sejarah nama Patih Majapahit Gajah Mada. Gajah Mada ramai dibicarakan karena berdasarkan buku Kasultanan Majapahit: Fakta Sejarah yang Tersembunyi menyebutkan bahwa Gajah Mada bernama asli Gaj Ahmada dan Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Islam.
Buku berjudul Kasultanan Majapahit: Fakta Sejarah yang Tersembunyi ini ditulis oleh Herman Sinung Janutama. Buku ini terbitan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta.
Wakil Ketua PDM Kota Yogyakarta Ashad Kusuma Djaya mengatakan, buku tentang Gajah Mada dan Kerajaan Majapahit tersebut merupakan buku terbitan tahun 2010. Buku tersebut muncul dari diskusi LHKP PDM Kota Yogyakarta.
"Diskusi itu memang acaranya LHKP PDM Kota Yogyakarta. Kami memfasilitasi diskusi-diskusi seperti itu. Ketika itu diskusi LHKP isinya anak-anak muda yang suka dengan isu alternatif. Dari diskusi itu kemudian anggota komunitasnya menerbitkan buku tersebut. Buku itu pun diterbitkan dari urunan para anggota komunitas. LHKP hanya dipinjam namanya saja untuk mengurus ISBN dan lain-lainnya," ucap Ashad saat ditemui baru-baru ini.
Ashad menuturkan bahwa dirinya mengenal baik Herman Sinung penulis buku itu. Ashad pun mengakui bahwa kajian tentang Majapahit adalah kerajaan Islam merupakan kajian yang menarik saat itu. Ashad pun turut terlibat beberapa kali diskusi sebelum akhirnya buku itu terbit. Bahkan, Ashad sempat ikut mengunjungi situs Trowulan yang merupakan situs peninggalan Majapahit.
"Kajiannya menarik dan metodologinya pun juga unik. Jadi sempat ke beberapa makam yang ada hubungannya dengan Majapahit. Memang ada kaitannya dan beberapa bukti dari batu nisannya," papar Ashad.
Ashad menilai bahwa yang saat ini ramai dibicarakan di media sosial tak seluruhnya benar. Ashad juga berpendapat ada beberapa hal yang diplesetkan dari postingan tersebut.
"Saya tidak kenal dengan pemosting pertama yang kemudian menjadi viral di medsos yaitu Arif Barata. Dalam kajian-kajian ketika itu memang ada nama Arif Barata. Tetapi saya kenal dia. Kalau yang di medsos saya tidak kenal," tutur Ashad.
Ashad menambahkan bahwa ada beberapa yang diplesetkan. Termasuk di antaranya muncul nama Gaj Ahmada itu. Dalam bahasa sansekerta, kata Ashad, itu salah kaprah.
"Di buku juga tidak disebutkan Gaj Ahmada tetapi Gajah Ahmada. Itu pelintiran. Orang yang memposting itu menambahi Gaj Ahmada dan seakan-akan ini menjadi hal yang baru. Padahal sejak tahun 2010 buku itu sudah terbit. Buku saat itu dicetak sebanyak 1.000 buah dan disebarkan terbatas," pungkas Ashad.