Ratusan warga NU Solo gelar long march tolak full day school
Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menegaskan tidak ada keharusan sekolah untuk mengikuti kebijakan full day school atau delapan jam sehari, dan bahkan akan diganti Peraturan Presiden tentang Penguatan Karakter, namun aksi penolakan Permendikbud masih saja terjadi.
Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menegaskan tidak ada keharusan sekolah untuk mengikuti kebijakan full day school atau delapan jam sehari, dan bahkan akan diganti Peraturan Presiden tentang Penguatan Karakter, namun aksi penolakan Permendikbud masih saja terjadi.
Aksi damai dilakukan ratusan warga Nahdhatul Ulama (NU) se Solo Raya, Kamis (24/8) siang. Mereka melakukan long march dari Stadion Sriwedari ke Bundaran Gladag.
Selain para pengurus PCNU, aksi didominasi oleh ratusan pelajar. Mereka membawa spanduk dan berbagai poster yang berisi penolakan kebijakan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
"Tolak full day school, tolak full day school," teriak para peserta aksi yang mengenakan seragam merah putih, layaknya siswa SD.
Koordinator aksi Muhammad Mahbub menilai kebijakan pemerintah tentang fuul day school yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut tak sesuai dengan lokalitas yang ada di Indonesia. Pemerintah dalam membuat kebijakan juga dinilai tidak melibatkan masyarakat.
"Kebijakan pemerintah melalui Permendikbud 23 tahun 2017 ini mempunyai dampak yang luar biasa terhadap Madin (Madrasah Diniyah) dan pesantren di Solo khususnya dan seluruh Indonesia umumnya. Selama ini pemerintah membuat kebijakan tanpa didasarkan pada proses dari bawah. Ini sama saja dengan top down, masyarakat tidak ngerti, tiba-tiba ada kebijakan," katanya.
Ia menilai pemerintah akan melakukan penyeragaman pendidikan seperti yang dilakukan di masa orde baru dulu. Selain itu, dirinya menilai full day school bisa menciptakan eksklusi sosial. Misalnya, lanjut dia, sekolah yang tidak menyelenggarakan full day school akan dicap kuno.
"Kami meminta pemerintah mencabut Permendikbud tersebut. Kami beranggapan full day school akan mengganggu eksistensi Madrasah Diniyah, Taman Pendidikan Al-Quran, hingga pondok pesantren," pungkasnya.