Reformasi Polri dinilai alasan Jokowi pilih Tito jadi Kapolri
"Jokowi ingin melakukan pemotongan generasi. Polisi telah melakukan reformasi tapi belum terlihat."
Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memotong tradisi urut kacang dalam pemilihan Kapolri. Terlihat dengan keputusan memilih Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Tito Karnavian sebagai calon Kapolri menggantikan Jenderal Pol Badrodin Haiti.
Anggota Fraksi PKS DPR M Nasir Djamil mengatakan, keputusan untuk memilih Tito sebagai calon Kapolri merupakan upaya melakukan reformasi di tubuh Kepolisian. Sebab pembenahan yang tengah dilakukan saat ini masih belum maksimal.
"Jokowi ingin melakukan pemotongan generasi. Polisi telah melakukan reformasi tapi belum terlihat. Polisi lebih melindungi kaum pemodal, walaupun memang tidak bisa disalahkan 100 persen," katanya dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (17/6).
Menurutnya, saat ini polisi lebih mendukung para pemodal dibandingkan rakyat. Bahkan berdasarkan data yang diterima DPR dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), masih banyak pelanggaran yang dilakukan pasukan bersenjata berseragam cokelat ini.
"Karenanya memang potret dan dinamika sata ini sudah melakukan agenda reformasi banyak yang harus dilakukan secara signifikan," terangnya.
Namun, Nasir mengungkapkan, jika memang Tito menjadi Kapolri maka masalah yang akan dihadapinya akan lebih komplek. Mengingat mantan Kapolda Metro Jaya ini akan memimpin anggota yang notabenenya lebih tua dibandingkan dirinya.
"Karena memang persoalannya persoalan psikologi, antara senior dan junior. Untuk mengelola komunikasi di internal. Kalau tidak senior akan memilih melawan dengan diam. Karena gak ada gerakan," jelasnya.
"Apa yang dilakukan Jokowi memilih angkatan 87 ini adalah upaya mempercepat reformasi di republik Indonesia. Karena masih banyak yang belum sesuai," tutup Nasir.