Rekrutmen jaringan teroris di Indonesia dilakukan secara tatap muka
Pola perekrutan jaringan teroris di Indonesia berbeda dengan di beberapa negara. Di Eropa dan Malaysia lebih menggunakan jalur online. Di Indonesia tatap muka langsung. Alasan penjaringan dan perekrutan secara langsung karena media sosial sering dijadikan media untuk melakukan penipuan.
Jaringan teroris di Indonesia lebih memilih proses rekrutmen secara langsung atau tatap muka (offline) daripada melalui media sosial (online). Media sosial hanya dimanfaatkan untuk menyebarkan paham radikalisme.
Alasan penjaringan dan perekrutan secara langsung karena media sosial sering dijadikan media untuk melakukan penipuan. Hal ini disampaikan pengamat terorisme Universitas Indonesia, Solahudin dalam diskusi 'Cegah dan Perangi Teroris' yang diselenggarakan Forum Merdeka Barat 9 di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (16/5).
-
Kapan Pertempuran Surabaya terjadi? Tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, terutama orang-orang yang terlibat dalam peristiwa Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
-
Kapan Prabowo tiba di Sumatera Barat? Calon Presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman pada Sabtu (9/12) pagi.
-
Kapan pertempuran hebat di Surabaya terjadi? Pada hari ini tepat 78 tahun yang lalu terjadi pertempuran besar di Surabaya yang menewaskan sekitar 20.000 rakyat setempat.
-
Apa yang menjadi ciri khas oleh-oleh dari Surabaya? Sambal Bu Rudy menjadi salah satu ikon oleh-oleh khas Surabaya.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kenapa Soetomo berpesan untuk dimakamkan di Surabaya? Ia ingin dimakamkan di Surabaya agar senantiasa dekat dengan masyarakat kota itu.
Pola perekrutan jaringan teroris di Indonesia berbeda dengan di beberapa negara. Di Eropa dan Malaysia lebih menggunakan jalur online.
"Di negara lain rekrutmen lewat media sosial. Di Eropa misalnya, orang yang enggak pernah ikut pengajian tiba-tiba hilang dan muncul di Syria. Di Indonesia, radikalisasi betul lewat sosial media. Tapi untuk proses rekrutmen mayoritas lebih banyak terjadi secara offline, tatap muka. Jadi tidak lewat dunia maya terutama dalam proses rekrutmennya," jelasnya.
Solahudin menyampaikan alasan kelompok ekstremis di Indonesia tak terlalu percaya dengan pola perekrutan online. Salah satunya karena identitas pemilik akun di dunia maya banyak tak jelas. Ada yang fotonya perempuan tapi ternyata laki-laki dan sebaliknya. Selain itu kasus-kasus penipuan juga banyak terjadi di jaringan-jaringan Telegram yang berafiliasi dengan ISIS.
Dari 75 narapidana teroris yang ia teliti dan wawancara, hanya 9 persen atau tujuh kasus yang menyatakan bergabung dengan kelompok ekstremis via media sosial.
"Sisanya 91 persen mengatakan mereka direkrut kelompok ekstremis melalui offline. Artinya tatap muka dan melalui forum-forum keagamaan," jelasnya.
Forum keagamaan yang dimaksud adalah pengajian-pengajian yang materinya berkaitan dengan ekstremisme. Hal ini mudah dilakukan karena kebebasan berekpresi dan berorganisasi di Indonesia.
"Jadi mudah ditemui pengajian-pengajian radikal," ujarnya.
Beberapa tahun lalu media asing meliput masjid-masjid yang dijadikan tempat propaganda pengajian kelompok ISIS. Namun itu tak bisa dihentikan karena adanya UU yang melindungi kebebasan berekspresi. Di UU Terorisme saat ini juga tak ada pasal untuk menjerat pihak-pihak yang mengajarkan terorisme.
Baca juga:
Kelompok teroris manfaatkan media sosial sebarkan radikalisme
Perempuan dalam gerakan terorisme dipengaruhi faktor loyalitas kepada suami
Menag akan sanksi tegas lembaga pendidikan keagamaan yang tolak Pancasila
Yenny Wahid: Hasil survei, 58 persen anak Rohis ingin jihad ke Suriah
Peran seorang ayah sangat besar untuk tangkal terorisme
Ini cara laporkan konten negatif aksi terorisme di Facebook
Menkominfo ingatkan sebar konten negatif berpengaruh pada karir