Revisi PP tentang telekomunikasi bakal dilaporkan ke KPK
Revisi PP tentang telekomunikasi bakal dilaporkan ke KPK. Langkah ini dilakukan karena diduga ada upaya kongkalikong dari pihak terkait agar revisi tersebut berjalan lancar. Jika revisi tersebut tetap dilakukan maka negara disebut akan mengalami kerugian yang besar.
Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu akan melaporkan dugaan suap terkait revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 dan Nomor 53 Tahun 2000. Langkah ini dilakukan karena diduga ada upaya kongkalikong dari pihak terkait agar revisi tersebut berjalan lancar. Jika revisi tersebut tetap dilakukan maka negara akan mengalami kerugian yang besar.
Demikian disampaikan oleh Sekretaris Jenderal FSP BUMN Bersatu, Tri Sasono dalam siaran pers yang diterima wartawan, Senin (17/10).
"Kami akan menyurati KPK untuk menyelidiki adanya dugaan korupsi Kertas putih berupa Revisi PP 52 & 53 yang diduga dilakukan oleh para Mafia telekomunikasi yang berkumpul di Kemenkominfo yang diduga pesanan China Telcom," ujarnya.
Tri melanjutkan, rencana revisi PP Nomor 52 dan Nomor 53 Tahun 2000, terutama yang terkait dengan interkoneksi dan network sharing dengan merevisi kebijakan biaya interkoneksi dan Revisi Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (PP No 52 Tahun 2000) dan Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (PP No 53 Tahun 2000) yang diajukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) diduga merupakan pesanan perusahaan China.
Lanjut Tri, Perusahaan China yang bernama Telecom Cooporation Limited yang akan membeli saham salah satu operator Jasa telekomunikasi seluler kedua dan ketiga terbesar di Indonesia dimana revisi PP 52 & 53 sebagai sebuah syarat didalam perjanjian.
Conditional sale and purchase agreement yang ditandatangani pihak China Telcom Corporation Limited dan kedua perusahaan operator Jasa telekomunikasi seluler pada bulan Juni 2016.
Dalam klausul pasal 3, perjanjian tersebut bahwa pihak Penjual memberikan jaminan dan pernyataan untuk membantu pihak China Telcom dimana kedua operator telepon seluler tersebut dapat menjamin pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk revisi PP 52 dan PP 53 terkait spectrum sharing antar Telkom Group dan operator lainnya.
Maksud dan tujuan klausul pasal 3 tersebut agar pihak China Telcom setelah mengambil alih saham kedua perusahaan operasi jasa telekomunikasi tanpa perlu mengeluarkan biaya Investasi besar untuk penambahan alokasi spectrum Frekuensi dengan pemerintah melakukan revisi PP 52 dan 53.
"Begitu juga Revisi PP 52 terkait tarif interkoneksi antar operator (off net) yang juga menjadi klausul yang harus dijamin dengan penurunan Tarif interkoneksi oleh pemerintah agar Telcom China dapat menguasai pasar Industri telekomunikasi tanpa harus membangun infrastruktur jaringan untuk menambah pelanggan," tegasnya.
Di balik semua itu juga, menurut Tri, Telcom China setuju untuk membiayai biaya operasional untuk dapat menjadikan sebuah pembenaran agar Menkominfo menyetujui Revisi PP 52 dan PP 53 sebagai syarat yang diminta pihak Telcom China.
Karena itu, lanjut Tri, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu dari awal sudah menduga bahwa ada ketidakberesan dengan Revisi PP 52 dan PP 53.
Revisi kedua PP juga akan merugikan satu-satunya BUMN telekomunikasi di Indonesia yaitu Telkom dengan rencana kebijakan perhitungan biaya interkoneksi, network sharing, dan spectrum sharing, dimana penetapan tarif interkoneksi di bawah biaya yang harus ditanggung Telkom karena terlanjur membangun jaringan hingga ke pelosok tetapi masih di atas biaya operator-operator asing yang tidak membangun jaringan sampai pelosok sebagai syarat bagi sebuah perusahaan jasa telekomunikasi yang sama-sama memiliki license peyelenggaraan telekomunikasi dengan Telkom.
"Seharusnya mereka harus membangun jaringan hingga seluruh Indonesia seperti yang diperintahkan UU Telekomunukasi yang menjadi keberatan Telcom China Corporation Limited untuk mengambil alih operator di tanah air," pungkasnya.