Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional
Dengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.
Perludem Serahkan Revisi Angka Ambang Batas Parlemen ke Pembentuk UU: Harus Ada Hitungan Rasional
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukan Perludem tentang ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Ambang batas parlemen empat persen yang berlaku saat ini harus diubah, untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan Pemilu berikutnya.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati mengungkapkan, pihaknya tidak mematok berapa angka batas parlemen yang cocok.
Dia menyerahkan hal itu ke pembentuk undang-undang untuk merumuskan angka yang rasional.
"Putusan MK mengatakan harus dihitung ulang untuk Pemilu 2029. Untuk rumusnya yang mana, itu diserahkan kepada pembentuk undang-undang. Bisa saja pembentuk UU nanti pakai rumus itu yang penting harus ada penghitungan yang rasional," kata Khoirunnisa saat dihubungi, Jumat (1/3).
Khoirunnisa mengatakan, selama ini angka ambang batas parlemen ditetapkan oleh pembentuk undang-undang. Tetapi tidak pernah ada alasan yang rasional dalam menentukan angka tersebut.
"Alih-alih menyederhanakan partai, penerapan PT yang selalu meningkat justru semakin meningkatkan suara terbuang dan menyebabkan hasil Pemilu tidak proporsional," ucapnya.
Khoirunnisa melanjutkan, revisi angka ambang batas parlemen mesti mengikuti prinsip-prinsip MK. Pertama, didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyerderhanaan partai politik. Keempat, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.
"Dan kelima perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum, dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR," pungkasnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan tentang penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen.
MK menilai, ketentuan ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional yang diatur di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Dari keputusan ini, ambang batas parlemen 4 persen tetap berlaku konstitusional dalam Pemilu DPR 2024. Namun, MK mengamanatkan angka itu diubah untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Hal ini tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Putusan ini dibacakan dalam Sidang Pleno MK, Jakarta pada Kamis (29/2).
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan.
Dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera diubah sebelum pemilu 2029 dengan memperhatikan beberapa hal. Pertama, didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
Kedua, Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik. Keempa, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029.
Kelima, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.