Perludem Ungkap Pola Praktik Jual Beli Suara
Praktik curang itu tetap bisa terjadi meskipun pemilih menggunakan hak suaranya.
Praktik curang itu tetap bisa terjadi meskipun pemilih menggunakan hak suaranya.
Perludem Ungkap Pola Praktik Jual Beli Suara
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkap sejumlah pola-pola kecurangan yang kerap terjadi saat pemilu, salah satunya praktik jual-beli suara demi meraih kekuasaan dan mengabaikan prinsip demokrasi.
Menurut Pembina Perludem, Titi Anggraini, praktik curang itu tetap bisa terjadi. Meskipun pemilih yang sebelumnya telah memiliki pilihan, lantas beralih karena adanya transaksi jual-beli suara.
“Jual beli suara, jadi saya sering dengar cerita bahwa kalau afiliasi politik kokoh itu tidak akan ada politik uang. Tapi jangan lupa, pilkada, pileg dan pilpres itu bergabung (Pemilu 2024),” kata Titi kepada wartawan, Rabu (24/2).
Titi membeberkan terkait praktik jual-beli yang biasa terjadi biasanya operator pelaksana akan menawarkan mulai dari pilihan untuk kandidat tingkat paling bawah atau DPRD Kabupaten/Kota.
Nantinya, pemilih akan satu paket diminta memilih kandidat calon pada tingkat atasnya sesuai afiliasi politik, sampai dengan ke tingkat Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).
“Namanya jual beli itu tidak pernah hanya pilih saya. Tapi satu paket dengan afiliasi politik, jadi kalau dia caleg dari pendukung capres tertentu, itu pasti satu paket dan ketika dia berikan uang juga satu paket,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Titi mengajak agar masyarakat bisa dengan bijak menggumakam hak pilihnya sesuai hati nurani tanpa terpengaruh godan transaksi jual-beli suara.
“Nah ini juga harus kita antisipasi, pola-pola jual beli suara terutama di masa tenang (masa tidak boleh berkampanye) dan pada hari pemungutan suara. Dan itu yang saya kira harus kita cegah bersama,” tutupnya.