Bivitri Susanti: Ketua KPPS Coblosi Surat Suara Pramono-Rano Pasti Ada yang Perintahkan
Bivitri menilai, modus ketua KPPS TPS 028, Pinang Ranti, Makassar, Jaktim yang mencoblos 19 surat suara milik Pramono-Rano bukan hal baru.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti tak heran dengan peristiwa kecurangan-kecurangan yang terjadi di setiap gelaran Pilkada. Dia yakin, setiap pelaku kecurangan ada yang mengorkestrasi atau memerintahkan.
Bivitri menilai, modus ketua KPPS TPS 028, Pinang Ranti, Makassar, Jaktim yang mencoblos 19 surat suara milik Pramono-Rano bukan hal baru. Menurut dia, kecurangan juga terjadi di Pilpres 2024.
“Dan ini menurut saya, ini adalah praktik dari penyalahgunaan kekuasaan, karena para petugas itu pasti ada instruksinya, enggak mungkin dia inisiatif sendiri,” kata Bivitri yang hadir dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (2/12).
Bivitri yakin betul, pelaku yang sudah dipecat oleh KPU Jakarta tersebut mendapatkan iming-iming dari seseorang. Sehingga melakukan pencoblosan terhadap surat suara Pramono-Rano.
“Penyalahgunaan satu, tapi juga biasanya dikuasai dengan politik uang, maksudnya saya tahu dari kawan-kawan saya bahwa adalah lazim dalam tanda kutip untuk bayar petugas-petugas itu untuk nyoblosin,” terang Bivitri.
Bivitri juga mengungkap modus kecurangan yang biasanya terjadi di setiap pemilu. Pertama, petugas dibayar, atau ada instruksi dari seseorang untuk melakukan kecurangan.
“Jadi dia dipool katanya begitu, tapi ini membutuhkan penelitian lebih lanjut ya, dipool jadi bayarnya sekian, jumlahnya besar terus dia mau dapat dari berapa Kecamatan gitu,” terang Bivitri.
Laporan Harus Ditindak
Dia khawatir hal ini terjadi di Pilkada Jakarta. Ada seseorang yang mengatur bahwa paslon 1,2 dan 3 mendapatkan suara sekian persen.
“Nah bahayanya untuk Pilkada, terutama Jakarta ya, kan untuk sampai dua putaran itu tipis ya, sekarang kalau quick count bedanya tipis. Artinya kalau yang dituker sedikit,” tutur dia.
“Jadi memang krusial banget untuk ditindaklanjuti laporan-laporan seperti itu,” tambah Bivitri.
Oleh sebab itu, dia selalu menyerukan kepada siapa saja yang ingin golput untuk tetap datang ke TPS. Akan tetapi, buat surat suara tersebut menjadi tidak sah. Karena jika kalangan golput tak datang ke TPS, surat suaranya sangat rentan untuk disalahgunakan oleh kekuasaan.
“Makanya saya kalau ngobrol sama teman-teman suka bilang, datang saja lah kalau mau golput coblos semua, tapi jangan enggak datang, nanti dicoblosin orang,” tegas dia.
Bivitri mendesak, dugaan kecurangan tersebut harus dilaporkan ke Bawaslu. Dengan begitu, kecurangan bisa ditindaklanjuti untuk gugatan selisih suara di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jadi nanti ketika dijadikan bahan di Mahkamah Konstitusi dalam sengketa hasil juga bisa ada maknanya gitu,” ujar dia.
19 Surat Suara Pramono-Rano Dicoblosi
Sebelumnya, Sebelumnya, Ketua KPPS di Jaktim sengaja mencoblos belasan surat suara untuk pasangan Pramono-Rano Karno dengan alasan agar partisipasi pemilih meningkat. Pelanggaran itu dilakukan di TPS 028, Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar, Jaktim, pada Rabu (27/11).
Komisioner KPU Jaktim, Rio Verieza, menampik ada alasan politis seperti arahan khusus dari pihak tertentu di balik tindakan melanggar aturan yang diambil oleh kedua petugas tersebut.
"Berdasar pengakuan Ketua KPPS dan petugas Pamsung TPS, mereka melakukan secara spontan. Tujuannya, agar laporan partisipasi pemilih di TPS tersebut tinggi," ucapnya.
"Sejauh yang kami periksa semalam, ini tidak ada unsur politis. Jadi, kalau misalkan ketua KPPS itu dia beralasan bahwa, kita hanya spontan saja gitu, hanya spontan. Menyuruh petugas ketertiban supaya absensi artinya partisipasi (pemilih) meningkat gitu. Itulah yang tidak betul. Bagaimana pun itu tidak bisa dibenarkan," imbuhnya.
Secara keseluruhan, kata dia, ada 19 surat suara yang sudah tercoblos untuk pasangan calon nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno. Tindakan itu, kata dia, sudah masuk kategori pelanggaran kode etik berat.
"Jadi, kami sudah memberhentikan per hari ini. Ketua KPPS itu juga petugas Pamsung, karena sudah melakukan pelanggaran kode etik yang menurut kami berat. Kemudian yang kedua adalah, kami meyakini itu tidak masuk dalam kriteria PSU (pemungutan suara ulang)," ucapnya.